buku-buku Babon bacaan Bung Karno dalam menulis DIBAWAH BENDERA REVOLUSI jilid 1
Pelarangan Akses Perempuan dalam Seni Budaya: Melawan Ibu Pertiwi
Pelarangan akses perempuan terhadap aktivitas seni budaya tidak hanya terjadi di Indonesia. Akses perempuan dilarang untuk mengekspresikan diri melalui seni budaya: musik, tari, rupa dan olahraga. Pelarangan yang terjadi pada masa kini umumnya berbeda dengan realitas sejarahnya. Artinya pada masa lalu, perempuan tak memiliki larangan atas jenis kesenian tersebut.
Di India perempuan dilarang menjadi make up artist juru rias, dimana dalam hal berorganisasi profesi, Petitioner Charu Khurana in 2013 challenged the gender bias in the Cine Costume and Make Up Artists Association (CCMAA) bahwa hanya laki-laki yang boleh menjadi make up artist. Tahun 2014 Mahkamah Agung India mencabut larangan tersebut, juga mencabut kewajiban sudah menjalani profesi 5 tahun di India.

Bunga Dessri bersama Rebab pentas tugas akhir prodi Karawitan.
Di Jepang, perempuan dilarang bermain teater Kabuki abad ke 17, padahal mulanya teater ini diinisiasi perempuan Onni. Hingga kini perempuan yang bermain teater kabuki pun minim.
Di Spanyol Abad 16 perempuan dilarang berteater, namun karena peran perempuan harus dilakukan oleh laki-laki, Gereja menganggap itu lebih immoral akhirnya perempuan dibolehkan. Sedangkan di Inggris perempuan baru boleh naik panggung teater setelah 1660 perempuan itupun masih harus memakai topeng.
Di atas hanya sebagian contoh dari pengabaian hak perempuan atas akses berkesenian. Baru-baru ini saya mengikuti diskusi Komponis perempuan tentang yang memaparkan pelarangan akses perempuan pada instrumen musik tradisional Tifa di Papua dan Rebab sunda di Jawa Barat.
Akses Instrumen Musik
Di Jawa Barat kita akan jarang sekali menemukan perempuan memainkan rebab. Tak ada larangan resmi baik secara adat pakem tradisional maupun modern yang memantangkan perempuan bermain rebab. Karena tahun 1970an telah ada perempuan pemain rebab, yaitu perempuan asal kabupaten Subang yang biasa disapa Abu, yang berprofesi sebagai juru rebab di tahun 1970-an. Kemudian Hj. Siti Rokayah dan Yoyoh Suprihatin yang merupakan seniman multitalenta yakni mahir menyanyi dan memainkan berbagai alat musik. [i]Penelesuran lebih lanjut ke masalalu pastinya dapat dilakukan tentang fakta adanya perempuan pemain rebab. Adapun kondisi kekinian dipengaruhi tidak hanya nilai patriarki yang kokoh menempatkan kekuasaan laki-laki segala bidang kehidupan termasuk seni budaya.
Tentu diketahui bersama bahwa pemain juru rebab yang mendapat tempat terhormat dalam panggung pertunjukkan adalah laki-laki. Juru rebab dianggap sebagai pimpinan dalam pertunjukkan sehingga dianggap tidak mungkin perempuan menjadi juru rebab. Tentunya ini melawan fakta dan kenyataan bahwa perempuan di Indonesia atau Nusantara purba memiliki kedudukan yang sama di lingkup publik. Perempuan dapat memimpin negara besar menjadi Maharatu, dengan kekuasaan luas sebagaimana Maharaja. Bukankah Negara Atlantis yang tersohor itu dipimpin oleh seorang Maharatu? Adapun bukti mengenai perempuan memainkan alat musik pada masalalu dapat dilihat dalam relief candi Borobudur dimana pada panel candi terdapat 40 alat musik termasuk jenis perkusi, tiup dan petik dapat dilihat di https://www.youtube.com/watch?v=LQ-NHeUmFgM
Bahwa ada kenyataan tertutupnya akses perempuan pada alat musik tertentu seperti rebab dapat dipastikan bukanlah suatu yang asli dari kesejatian negeri Nusantara yang memuliakan perempuan. Sejak kapan perempuan termarjinalisasi diberbagai lini kehidupan ini tentu dapat ditelusuri dalam konteks kekuasaan yang mengadopsi ajaran bukan asli.
Tanpa berlarut membahas politik kekuasaan dan keterbatasan perempuan dalam berkesenian, dalam diskusi yang saya ikuti di atas juga menampilkan bukti bahwa perkusi jenis Tifa di papua pun dimainkan oleh perempuan, khususnya di wilayah kabupaten Mappi (kini Provinsi Papua Selatan), juga di Biak perempuan dapat memainkan Tifa di muka publik. Padahal dibeberapa wilayah masih dilarang dan dianggap sebagai larangan yang turun temurun sebagaimana yang terjadi di Maluku. Meskipun begitu fakta bahwa perempuan memainkan alat musik Tifa di Papua masih terus mendapat penolakan, terutama lagi-lagi karena masih minim informasi tentang praktek musik Tifa oleh perempuan.
Sehingga apa yang dibutuhkan sekarang tak sekedar berwacana bahwa ketabuan (pelarangan akses) perempuan memainkan alat music instrumen tertentu sering tak beralasan tak lain semata karena masih jarangnya perempuan memainkan alat music tersebut, dan tentu untuk beberapa kondisi hidup, perempuan dianggap tak akan “awet” atau tekun dan sampai lama memainkan alat musik tertentu. Hal ini karena peran gender yang dilekatkan oleh masyarakat, peran domestik menghalangi akses tersebut. Bahwa tak usahlah perempuan berlama-lama belajar alat musik, nanti kalau sudah mahir juga tak akan lanjut karena ikut suami, hamil dan mengurus anak dsb. Sebagaimana yang pernah dialami oleh Bunga Dessri saat hendak belajar rebab dari sesepuh pemain Rebab yang menolak mengajarinya dengan alasan karena Bunga Dessri seorang perempuan, “Perempuan jangan belajar memainkan rebab. Laki-laki saja sudah susah, belajar memainkan rebab bisa bertahun-tahun, apalagi perempuan, akan sulit, tidak akan berhasil”. Namun hal itu terbantahkan dengan lulusnya ujian Rebab dari Bunga Dessri N yang pada 1tahun 2016 melantunkan lagu Cianjuran sebagai ujian akhir yang terbuka untuk umum dengan penonton membludak. Tak hanya itu, Bunga Dessri memainkan rebab music Cianjuran selama 25 menit didampingi 2 laki-laki pemain kecapi sebagai konser kelulusan prodi Karawitan Fakultas Seni Pertunjukkan ISBI Bandung (dapat dilihat di akun youtube-nya). Pembuktian bahwa perempuan dapat menjadi seniman musik dan memainkan alat musik yang sebelumnya dianggap ditabukan…dan tentu dapat pula memainkan alat musik tradisional lainnya.

Penutup
Keterbatasan jumlah perempuan dalam segala jenis profesi publik (komersil dapat menghasilkan uang) bukanlah hal terberi, bukan kesejatian Nusantara. Banyak hal yang “ditabukan” semata tanpa alasan yang jelas. Bahkan hingga tahun kini pun masih banyak orang yang menganggap keris sebagai senjata maupun pusaka hanya untuk laki-laki saja, padahal untuk kalangan perempuan pun ada keris pusaka maupun senjata dengan nama dan bentuk tersendiri. Apabila ada larangan atau tabu pada sesuatu akses karya atau produk budaya biasanya ada penjelasan ilmiah maupun metafisik…Sudah saatnya eksistensi perempuan sebagai manusia adalah sama mulia, buwana balik dari buwana sungsang yang panjang. @umilasminah
[i] “Peforma Perempuan sebagai Juru Rebab dalam Karawitan Sunda” Caca Sopandia dan Bunga Dessri Nur Ghaliyah : Paraguna, 2020
Bakul Budaya: Menari Gerak Seirama, Berbeda Bergembira Bersama
Diantara seni budaya yang tidak terlalu dibahas dalam dunia akademisi dengan pendekatan feminisme adalah tari.[i] Probalitasnya adalah tari termasuk salah satu jenis kesenian dimana tubuh perempuan dikuasai oleh dirinya sendiri. Beberapa perkecualian tentu ada dalam budaya tradisional ataupun modern. Dimana campur tangan pihak di luar perempuan mengontrol tari. Sehingga tari yg dilakukan oleh perempuan bukankan terutama menjadi ekspresi seninya ataupun spiritualnya melainkan pihak di luar dirinya, penonton onlooker ataupun penjual pertunjukkan (biasanya tarian untuk menstimulus gairah seksual).
Tanpa berteori tentang tari lebih jauh, di Indonesia berapa tari tradisional kontemporer yang dikenal luas masyarakat karena jenis tariannya menggembirakan juga musiknya memiliki beat yang menggerakkan, tari Yapong. Dikenal sebagai tarian Jakarta karena awalnya tarian diciptakan oleh Bagong Kusudiardja 1977 sebagai karya yang lahir dari permintaan Ali Sadikin selaku Gubernur saat itu dalam menyambut HUT Jakarta. Permintaannya agar diciptakan tarian yang bersifat massal untuk menyambut Pangeran Jayakarta. Untuk itulah tariannya bertema kegembiraan dan gerakannya merupakan gerakan campuran dari tarian tradisional dari berbagai daerah diantaranya tari Topeng dan tari Piring.
Tarian Yapong bisa dipelajari segala usia, dan dipilih sebagai tarian dalam Komunitas Bakul Budaya Fakultas Ilmu Budaya UI. Komunitas Bakul Budaya merupakan salah satu program kegiatan dari Pengurus Iluni FIB UI Bidang Pengabdian Masyarkat dalam bingkai Gerakan Literasi Budaya yang diketuai oleh Tri Fajar Dewi Marhaeni. Khususnya tari. Belajar, menghapalnya, tampil depan umum, dan mengajarkan kembali, diharapkan dapat menghilangkan kemungkinan kekayaan Indonesia punah, apalagi diklaim negara lain. Adapun penggagas dan kordinator Bakul Budaya Tri Fajar Dewi Marhaeni yang juga ketua Bidang Pengabdian Masyarakat mengajak masyarakat hadir dan ikut kegiatan Bakul Budaya sebagai bukti kecintaan pada budaya Indonesia, bahwa Bakul Budaya adalah rumah bagi seluruh elemen masyarakat untuk menumpahkan kreativitasnya dalam seni dan budaya yang terkait dengan tradisi Nusantara.




Bakul Budaya mengajak penari berpengalaman, guru tari Emma Wuryandari memulai latihan tari 3 Sabtu pagi, September 2022. Emma Wuryandari adalah penari yang memilih menekuni tari genre tarian tradisional Nusantara berguru pada penari professional maestero tari Indonesia termasuk dengan Didik Ninik Thowok. Emma melanglang buwana mementaskan pertunjukkan tari diberbagai benua Eropa, Asia maupun Amerika. Komitmennya untuk terlibat dalam Bakul Budaya mengajar tari dilandasi pemikiran yang berangkat dari keprihatinan bahwa tidak jauh dari Ibukota, ada satu daerah menurut survey adalah peringkat pertama dalam intoleransi. Yapong adalah tari karya maestro dari tanah jawa yang menceritakan tentang remaja Betawi yg berkumpul bersama bersuka ria. Makna nya adalah maknanya adalah tak perlu sekat SARA dalam berbudaya dalam kehidupan.Karena sejatinya kita semua sama. Tak perlu disekat ataupun dikotakkan. Sehingga kesertaanya menjadi pengajar tari sukarela adalah ingin menjadi bagian dalam pergerakan mengembalikan Indonesia yang toleran, rukun, saling menghargai. Dari kegiatan mengajar tari Yapong ini diakuinya sebagai pengalaman yang sangat menyenangkan menjadi bagian dari komunitas para kakak, ibu, bapak yang bersemangat untuk belajar mengambil peran sebagai duta budaya Indonesia. Selaku instrutkur tari, Emma Wuryandari didampingi asisten latih Sufiania Nayasubrata.
Berkumpul Menghikmati Kekayaan Bangsa: Lagu Indonesia Raya 3 Stanza
Saya pertamakali datang ke acara Bakul Budaya untuk menyaksikan kegiatan berlatih tari pada 3 Septmber 2022. Waktu itu tiba di lokasi sudah pukul 8.30, sudah selesai manari satu sesi. Artinya saya tak sempat menyaksikan kegiatan dibuka dengan menyanyikan lagu Kebangsaan Indonesia Raya 3 Stanza. Peserta kegiatan mayoritas perempuan segala usia yang berasal dari Jabodetabek. Bahwa mereka dengan sukarela hadir ke lokasi di Kampus Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia, Depok Jawa Barat, pagi hari (07.30-09.30 wib) menunjukkan adanya keinginan, kerinduan untuk kembali ke jatidiri budaya bangsa khususnya dalam berkesenian. Bila dihayati lirik Lagu Kebangsaan Indonesia 3 stanza sebagai berikut:
Indonesia Tanah Airku Tanah Tumpah Darahku
Disanalah Aku Berdiri Jadi Pandu Ibuku
Indonesia Kebangsaanku Bangsa dan Tanah Airku
Marilah Kita Berseru Indonesia Bersatu
Hiduplah Tanahku Hiduplah Negeriku
Bangsaku Rakyatku Semuanya
Bangunlah Jiwanya Bangunlah Badannya
Untuk Indonesia Raya
(Reff: Diulang 2 kali)
Indonesia Raya Merdeka Merdeka Tanahku Negeriku yang Kucinta
Indonesia Raya Merdeka Merdeka Hiduplah Indonesia Raya
II
Indonesia Tanah Yang Mulia Tanah Kita Yang Kaya
Disanalah Aku Berdiri Untuk Selama-lamanya
Indonesia Tanah Pusaka Pusaka Kita Semuanya
Marilah Kita Mendoa Indonesia Bahagia
Suburlah Tanahnya Suburlah Jiwanya
Bangsanya Rakyatnya Semuanya
Sadarlah Hatinya Sadarlah Budinya
Untuk Indonesia Raya
(Reff: Diulang 2 kali)
Indonesia Raya Merdeka Merdeka Tanahku Negeriku Yang Kucinta
Indonesia Raya Merdeka Merdeka Hiduplah Indonesia Raya
III
Indonesia Tanah Yang Suci Tanah Kita Yang Sakti
Di sanalah Aku Berdiri Menjaga Ibu Sejati
Indonesia Tanah Berseri Tanah Yang Aku Sayangi
Marilah Kita Berjanji Indonesia Abadi
Selamatlah Rakyatnya Selamatlah Putranya
Pulaunya Lautnya Semuanya
Majulah Negerinya Majulah Pandunya
Untuk Indonesia Raya
(Reff: Diulang 2 kali)
Indonesia Raya Merdeka Merdeka Tanahku Negeriku Yang Kucinta
Indonesia Raya Merdeka Merdeka Hiduplah Indonesia Raya
Bisa terbayang sahdunya para peserta Bakul Budaya, yang mayoritas sudah bersiap dengan kain (dan selendang) yang beragam corak dan warna, sebagai penanda signifier dari identitas budayanya, menambah kehikmatan kegiatan. Terlebih acara dilingkupi pepohonan rindang dan bunga Anggrek bulan yang menampilkan diri di sana sini. Menambah inspirasi dan kecintaan pada kebudayaan dan kekayaan alam Indonesia.
Pada tanggal 8 Oktober 2022 lalu, tepat menandai pekan ke-6 pegiat Bakul Budaya menyelenggarakan kegiatan di halaman pelataran Fakultas Ilmu Budaya UI, dimanfaatkan untuk memperingati Hari Lahir pencipta tari Yapong, Bagong Kusudiardjo yang jatuh pada 9 Oktober dengan event “Tanda Cinta untuk Pak Bagong” dimana seluruh peserta menari Yapong didepan khalayak undangan. Hadir pada acara tersebut keluarga Bagong Kusudirardjo, Rondang Ciptasari (mba Oni) anak) sekaligus memberi masukan tentang kostum Yapong dan gerak Yapong. Acara ramai dihadiri civitas akademika termasuk Dekan Fakultas Ilmu Budaya Bondan Kanumoyoso, dan akademisi yang memiliki ketertarikan budaya dari fakultas lain, dan masyarakat umum termasuk maestro dan pegiat seni tari Wiwiek Widyastuti dan Elly Lutan . Disediakan pula kuliner khas Betawi yang dapat dibeli oleh warga. Tentunya panganan tradisional dari gotong royong para peserta yang giat berlatih pun tersedia.
Kegiatan Bakul Budaya UI dalam melestarikan salah satu Tarian Nusantara sekali lagi mencerminkan bukti bahwa benarlah adanya Indonesia menjadi Negara paling Generous di dunia menurut Global World Index 2022, sebagai Most Generous Countries in the World.[ii] Negara Indonesia sebagai negara dengan sifat kerelawanan tertinggi, yaitu menolong orang asing, menyumbang uang untuk charity/kemanusiaan menjadi relawan/sukarelawan. Pegiat Bakul Budaya adalah relawan budaya baik instruktur tari ka Emma dan Mba Nia , crew photo Gunawan Wicaksono, sound man Abrar dan perlengkapan Oka dan seksi sibuk Ayi dan Qori dan tentunya para peserta yang hadir dari penjuru jabodetabek yang pagi hari hadir berlatih tari, dan bergotong royong menyiapkan dan berbagi panganan tradisional usai latihan. Panganan yang mencerminkan kekayaan Indonesia, sama dengan kostum dan pakaian yang dikenakan oleh peserta Bakul Budaya UI.
Kegiatan Bakul Budaya FIB UI bersama instruktur tari Ka Emma dan Ka Nia Instagram @emmalovewena @sufianianayasubrata informasi lebih lanjut @bakulbudaya.id
[i] “What is surprising, however, is that feminist interests in the representation of women’s bodies, have not focused on dance as a site for analysis, given the centrality of the body in dance (Polhemus, Thomas)” dalam(Gender, Dance and Culture., Helen Thomas 1993)
[ii] https://www.cafonline.org/docs/default-source/about-us-research/caf_world_giving_index_2022_210922-final.pdf
Buku: Kutipan Tulisan Pemikiran Soedjatmoko
Kutipan Tulisan,
Pemikiran Soedjatmoko,
Kritis, Mencerahkan..
Jakarta 20 Mei, 2022
PERLUNYA SIMULASI ISI RUU TPKS
Catatan dan Masukan Atas Proses Konsultasi Publik yang digelar oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Senen, 7 Februari 202211.
- Mengapresiasi KPPPA yg telah mengakomodir usulan masyarakat sipil untuk merubah format konsultasi publik yakni agar pembasan DIM (Daftar Inventarisasi Masalah) dilakukan perkluster isu krusial. Tindak Pidana KS dan Hukum Acara menjadi topik yang dibahas kemaren. Meskipun harapan kami perlu ada simulasi kasus untuk menguji apakah DIM pemerintah bisa menjawab masalah yang ada sudah terjadi, maupun yang belum benar-benar terjadi .
2. Hal tsb dikarenakan, lagi lagi tidak ada bahan dalam bentuk draf DIM atau setidaknya poin-poin terkait dua topik tsb ditayangkan. Pemerintah dalam hal ini diwakili oleh Narasumber dari Kejakgung dan Polri hanya menyampaikannya secara verbal.
3. Dengan berbagai keterbatasan akses terhadap draft DIM pemerintah, kami tetap berupaya memberikan masukan yg konstruktif, sambil mengkritisi proses konsultasi publik yang berjalan yg belum sepenuhnya mencerminkan prinsip partisipasi publik yg lebih bermakna sebagaimana keputusan MK No. 91/2020.
Kami berharap masukan-masukan kami dapat dijadikan bahan untuk memperkuan DIM Pemerintah, yakni:
A. Agar Pasal 5 ttg pelecehan seksual berbasis elektronik tetap dipertahankan, dan diperluas unsur-unsur deliknya sehingga bisa menjangkau kasus-kasus kekerasan seksual siber. Adapun UU ITE pasal 27 (1) yg dijadikan alasan pemerintah mengeluarkan pasal 5 , terbukti selama ini justru lebih banyak mengkriminalkan korban alih alih melindungi korban KS siber. UU ITE menggunakan frame kesusilaan bukan kekerasan seksual. Pasal 27 di UU ITE dihapus, dianggap tak berlaku terkait pelecehan seksual digitial.
B. Agar Pasal 8 tenteng Eksploitasi Seksual tidak dikeluarkan dari RUU TPKS, karena tidak semua kasus eksploitasi seksual memenuhu UNSUR modus perdagangan orang, sehingga tidak bisa dijerat dng UU PTPPO.
C. Menambahkan dalam Pasal 8, rumusan di ayat (2), untuk menjerat pelaku (“konsumen”) yg menggunakan atau memanfaatkan korban eksploitasi seksual seperti dengan melakukan persetubuhan.
C.Mempertimbangkan Agar Pemaksaan Aborsi dimasukkan dalam RUU. Karena banyak korban pemaksaan aborsi yang belum mampu dijangkau baik oleh KUHP -karena unsur delik yg terbatas, maupun oleh UU Kesehatan yg tidak mengaturnya.
D. Dalam rumusan Perkosaan yang diusulkan di DIM penting untuk memasukkan pengaturan soal “victim precipitation”, sehingga korban tidak mengalami diskriminasi karena, dianggap setuju dengan tindakan pelaku, seperti “korbannya mau kok dibawa ke hotel”. Ini acapkali dijadikan alasan bagi APH untuk mendiskualifikasi korban dan enggan memproses laporannya. Korban mau dibawa oleh pelaku, bukan berarti setuju diperkosa.
E. Agar tindak pidana Korporasi di Pasal 8 dikeluarkan dan diatur tersendiri sehingga dapat menjangkau semua bentuk KS yg dilakukan oleh korporasi.
F. Begitupun pasal tentang Restitusi diatur sendiri bukan hanya sbg tindak pidana tambahan, karena dengan hanya ‘dapat’ dijatuhkan hakim ke pelaku. Kata “dapat” sering diartikan tidak mengikat. Karena Restitusi adalah hak korban yg wajib dipenuhi oleh pelaku.
G. Agar pemberatan hukuman juga dijatuhkan kepada pelaku dari pejabat/petugas layanan publik dan aparat penegak hukum.
H. Agar usulan-usulan rumusan terkait tindak pidana KS dipertimbangkan masuk dalam DIM Pemerintah seperti perbudakan seksual, perkosaan, dan pemaksaan aborsi. Juga masukan masyarakat sipil terkait Hukum Acara
I. Agar proses konsultasi publik yang sudah berbasis kluster isu krusial tetap dilanjutkan untuk Restitusi, Layanan Terpadu dan Koordinasi serta Anggaran, dengan melibatkan Kementrian/ Lembaga termasuk menghadirkan Komnas Perempuan yang belum dilibatkan kemarin, dari 18 Lembaga Layanan APIK yang diundang.
Demikian catatan dan masukan saya, agar menjadi perhatian bagi pihak-pihak terkait.
Jakarta, 8 February 2022
Ratna Batara Munti/Asosiasi LBH APIK Indonesia
Tambahan fakta: Simulasi antara lain untuk menjawab apa disampaikan dalam pertemuan oleh Para Pendamping bagaimana Korban anak tidak segera disediakan pendamping, atau bagi disabilitas tidak segera disediakan peterjemah, juga ketika KORBAN melapor seringkali korban yang harus menyediakan BUKTI, ada satu kejadian Korban Perkosaan tidak mendapat perlindungan, hal ini terjadi ketika ada korban KDRT, pelaku tidak segera ditahan lalu kembali ke rumah dan membunuh istri, sedangkan dalam proses Kekerasan Seksual berbasis Adat dan Penyelesaian Adat masih belum jelas posisi Negara didalam memberi perlindungan bagi korban Kekerasan Seksual.

RUU PTKS: “Diharapkan Pemerintah Menegakkan Prinsip Partisipasi Yang Lebih Substantif dan Bermakna”
Pemerintah Presiden Joko Widodo terus mendorong pembahasan RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual, dalam hal tersebut pihak pemerintah yang diwakili oleh Kementrian Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, mengadakan audiensi publik atau konsultasi publik membahas isi RUU TPKS inisiatif DPRRI yang disahkan sebagai RUU Inisiatif Januari 2022. Untuk hal tersebut masyarakart sipil dalam hal ini diwakili oleh Ratna Batara Munti menyatakan:

Seperti yang ditegaskan oleh Bapak Moeldoko, Kepala Staf Presiden dalam banyak berita online hari ini, bahwa pemerintah menjamin partisipasi masyarakat sipil untuk memberikan masukan seluas luasnya.
Partisipasi masy harus dimaknai secara substantif bukan semata prosedural. Tidak bisa dng hanya mengundang sekali dua kali dalam konsultasi publik yg dibatasi 5 menit dan sblmnya tdk ada bahan yg disampaikan, minimal dlm bentuk poin2.
Masy sipil sangat berharap ada diskusi intensif atas pasal pasal krusial spt soal pengaturan TPKS yg secara verbal disampaikan ada perubahan cukup mendasar spt dikeluarkannya pasal 5 ttg ks siber dan 8 ttg eksploitasi seksual, meski kami apresiasi ada bbrp terobosan yg disampaikan.
Kedua soal restitusi dan soal pemberian layanan terpadu, dan rehabilitasi pelaku itu diantara hal2 krusial dalam RUU yg memerlukan diskusi intensif dengan me libatkan masy sipil terutama mereka yg telah bekerja bersama korban dan mengalami banyak hambatan selama ini.
Kami berharap ada simulasi2 terkait muatan penting tsb juga soal sdm dan anggarannya, untuk memastikan ruu tpks bisa implementatif nantinya paska disahkan.
Jadi tidak hanya ingin cepat karena kebetulan presiden sdh memerintahkan demikian. Tp memastikan kualitas atau mutu RUU ini adalah yg utama, spy tujuan RUU tercapai.”
Ratna Batara Munti /Pengurus Asosiasi LBH APIK Indonesia/Direktur LBH APIK Jabar
Para Lelaki Pendukung Pergerakan Perempuan
Gerakan Perempuan Indonesia bukanlah gerakan statis bukan pula gerakan tertutup. Sejarahnya gerakan perempuan Indonesia beriring jalan dengan pergerakan nasional. Bahwa organisasi-organisasi pemuda yang berdiri memiliki anggota putri, dan juga kemudian mendirikan organisasi putri, seperti Jong Java ( anggotanya laki-laki dan perempuan), Wanito Tomo bagian perempuan dari Boedi Oetomo dsb. Ini juga berlaku di organisasi massa keagamaan baik itu Islam, Katholik, Kristen, Hindu dan Budha.

Perempuan juga terlibat dan hadir didalam Kongres Pemuda Oktober 1926 dan Kongres Pemuda 1928. Tak lama sesudah Kongres Pemuda dengan kelahiran Sumpah Pemuda 1928. Perempuan mengadakan Kongres Pertama 22 Desember 1928. Organisasi perempuan dari penjuru Nusatara hadir. Barat dan Timur Nusantara.
Kongres Perempuan Desember 1928 menjadi tonggak utama perjuangan hak perempuan Indonesia selanjutnya, pemandu gerakan sosial yang diprakarsai atau dilakukan perempuan selanjutnya.
Keberhasilan Kongres Perempuan 1928 adalah keberhasilan perempuan dan didukung oleh para laki-laki progresif di jamnnya. Pergerakan Perempuan dalam konteks ini adalah perjuangan perempuan sebelum kemerdekaan 1945 hingga Revolusi Kemerdekaan seputar Agresi militer Belanda 1947-1949.
Secuplik Kisah dibelakang Kongres Perempuan I 22 Desember 1928 dan Kongres II, 1929
Banyak cerita menarik dibalik pelaksanaan Kongres Perempuan I, peristiwa yang menjadi momentum utama dalam Pergerakan Perempuan Indonesia. Ketua Pelaksana Kongres I, Suyatin memilih memutuskan dua orang tunangannya (saat mempersiapan Kongres yang berbeda tahun), ketimbang mengabaikan Tugas Ketua Pelaksana Kongres, akhirnya Suyatin mendapatkan suami yang mendukung perjuangannya memajukan perempuan lewat organisasi.
Salah seorang relawan Kongres (karena tidak duduk sebagai panitia), bernama Mugarumah, guru lulusan Normaalschool, sakit-sakitan, namun bersikeras membantu persiapan Kongres I, ia meninggal usia muda karena tuberkolosis, meninggalkan wasiat sebagian harta yang diperoleh pribadi bagi Pergerakan Perempuan, dalam Yayasan Sri Derma yang memberi beasiswa pada murid perempuan tak mampu.
Pada Kongres II, 1929 di gang Kenari Jakarta Pekik “merdeka, merdeka, merdeka” memenuhi ruangan, polisi kolonial kelihatan resah seperti hendak membubarkan kongres, dengan cepat sidang ditutup, sidang selanjutnya dilaksanakan secara tertutup.
Kongres Perempuan I adalah suatu pertemuan yang menjadikan bahasa Melayu (Bahasa Indonesia), sebagai pengantar baik dalam percakapan sehari-hari maupun dalam pertemuan/sidang, sehingga para peserta yang sebelumnya terbiasa berbahasa Belanda harus belajar bahasa Melayu. Belanda agak ketat mengawasi Kongres II, acara berdekatan waktunya dengan penangkapan Bung Karno.
Dua laki-laki berjasa meminjamkan tempat, yang Kongres Pertama di Yogyakarta, tempat KRT Joyodipuro (Raden Mas Kobar) dan yang Kongres Kedua di Jakarta bertempat di gedung milik keluarga MH Thamrin. Ki Hajar Dewantoro termasuk yang memberi sambutan dalam Kongres I, dan menutup sambutannya dengan tembang Witing Kelopo karya Ronggowarsito, yang melambangkan perempuan sebagai mahluk yang sanggup mengatur masyarakat.
Organisasi perempuan Belanda yang telah ada di Hindia Belanda juga diundang hadir oleh Panitia Kongres, namun karena mereka datang terlambat tidak mendapatkan kursi duduk di depan 😊 Bahkan ada yang memindahkan kursi di depan, lalu disuruh pindah lagi ke belakang sesuai posisi saat kedatangannya.
Tulisan ini hendak mencoba mengidentifikasi laki-laki, pejuang, maupun yang telah terdaftar sebagai Pahlawan Nasional sebagai pendukung Pergerakan Perempuan, sejak sebelum Indonesia Merdeka hingga 1955. Adapun Kepala Negara, Presiden, Perdana Mentri, atau Wakil Presiden tidak dimasukkan, karena telah termasuk dalam jabatannya untuk mendukung perjuangan keseteraan gender, yaitu: Soekarno. Moh.Hatta , Ali Sastroamidjojo, Syahrir.
Laki-laki Anggota dan Pemimpin Organisasi Pergerakan Nasional
Perjuangan pemuda dalam pergerakan nasional melalui organisasi yang bersifat modern telah mulai mengenal istilah emansipasi, yang dipopulerkan RA Kartini dalam bukunya yang terbit 1911 Door Duisternis tot Licht (1911) terjemahan Arijn Pane “Habis Gelap Terbitlah Terang” 1939.
Bagi para lelaki yang tergabung dalam pergerakan Kartini bukanlah sosok asing, karena pada umumnya yang ikut dalam organisasi pergerakan adalah kaum terpelajar dan dapat berbahasa Belanda.
Pergerakan Perempuan dalam konteks ini adalah perjuangan perempuan sebelum kemerdekaan hingga Revolusi Kemerdekaan seputar Agresi militer Belanda 1947-1949.
Kondisi perjuangan pergerakan perempuan pada masa ini memiliki ciri tersendiri, dimana pada masa ini istilah status perempuan sebagai mana yang dipakai oleh Bangsa Belanda masih dipakai, yaitu Ny (untuk yang sudah menikah, biasanya nama suaminya yang dipakai), dan Nona untuk perempuan yang belum menikah yang seringkali tidak mencantumkan nama ayahnya.
Pudiarso Kartowiyono, suami dari Sujatin Kartowijono (ketua pelaksana Kongres Perempuan I)
A.K Pringgodigdo suami dari Suwarni pendiri perkumpulan Isteri Sedar
R.Kd Agad Suriawinata suami R. Dewi Sartika, demi mendukung istrinya menolak jabatan yang lebih tinggi yang ditawarkan pemerintah.
Mohamad Roem, suami dari Dahlia Roem aktivis perempuan jaman pergerakan
Soedjatmoko, intelektual bebas, pejuang diplomasi kemerdekaan, pernyataannya “hendaknya para wanita di dalam organisasi–organisasi baru itu dilihat dan diperlakukan sebagai sekutu, sebagai kawan perjuangan potensial, yang membuka kemungkinan untuk bersama-sama memperluas gelanggang perjuangan gerakan wanita indonesia. Dan adapun saingan fasilitas, memang sudah waktunyalah bagi gerakan wanita untuk membebaskan diri dari ketergantungannya pada fasilitas-fasilitas yang di dapat oleh sang suami atau pemerintah dan untuk memperkembangkan kemampuannya untuk mengumpulkan dana-dana sendiri”.
Laki-laki dengan Status Tokoh, dan Mendapat Gelar Pahlawan Nasional
Ki Hajar Dewantara, suami dari Nyi Hajar Dewantara turut ambil bagian dalam Kongres Perempuan I 1928
W.R Supratman, pencipta lagu Indonesia Raya, pencipta lagu Kartini
Dr Abdurrahman Saleh, AU, suami dari Ismoedijati Anggota Jong Java
H. Agus Salim: Dalam kongres Jong Islamieten Bond ke-2 di Yogyakarta pada 1927, Agus Salim dengan persetujuan pengurus Jong Islamieten Bond menyatukan tempat duduk perempuan dan laki-laki. Ini berbeda dari kongres dua tahun sebelumnya yang dipisahkan tabir; perempuan di belakang, laki-laki di depan. “Ajaran dan semangat Islam memelopori emansipasi perempuan,”. Agus Salim beserta istrinya juga yang membantu Sujatin Kartowijono ketika terbuang dari Yogyakarta untuk memulai hidup di Jakarta.
HAMKA Haji Abdul Malik Karim Amarrullah buku-buku karya sastranya memuat perjuangan perempuan, termasuk esai-esainya.
Mohamah Yamin, suami Sundari aktivis perempuan jaman pergerakan
Soepomo, menjadi narasumber diskusi perempuan mendapatkan masukan bidang hukum dalam memperjuangkan Undang-undang Perkawinan
Penutup
Bahwa apa yang tercantum dalam tulisan ini tidak membatasi banyaknya laki-laki yang mendukung pergerakan perempuan baik secara langsung maupun tak langsung.
Tulisan ini hanya sedikit dari penggalian dokumentasi yang dilakukan beberapa jam saja. Berharap akan jadi pemantik penelitian lebih jauh tentang peran laki-laki dalam pergerakan perempuan, bagaimana pun realitasnya patriarki masih sangat kuat pada masa perjuangan dahulu, sehingga tetap memerlukan “justifikasi” “ijin” dari laki-laki. @umilasminah
Sumber Pustaka:
Sujatin Kartowiyono, Mencari Makna Hidupku.Hanna Rambe, Jakarta., Sinar Harapan 1983.
Perjuangan Wanita Indonesia 10 Windu Setelah Kartini 1904-1984., Departemen Penerangan 1984
Transaksi Perdagangan Sejati adalah bertukar Rasa Senang
Rasa senang bisa membeli tape. Rasa senang bapaknya dibeli tapenya. Tulisan saya sebelum ini. Transaksi perdagangan sejati mungkin bukan jual beli barangnya, nilai nominal (materi) tetapi melampauinya yaitu terpenuhinya kebutuhan, sehingga bahagia tiba.
Bukankah dahulu kala di desa-desa juga terjadi barter disamping bantuan uang sebagai media tukar… Kuncinya saling memenuhi kebutuhan (tanpa berlebih-lebihan). Transaksi perdagangan adalah bertukar sesuatu yang dibutuhkan dalam meneruskan hidup manusia.
Amerika Serikat mungkin adalah negara yang paling dapat menciptakan perdagangan rasa, dalam hal ini dunia Hiburan. Menjadi masalah adalah ketika untuk dapat menciptakan karya (film, musik, sport) yang paling mampu menggerakan rasa (entertainment), lalu diindustrialisasi karyanya sebagai komoditi komersial (komoditi ada material) akhirnya pengejaran terbesar adalah mencapai sebanyak-banyaknya penjualan. Dan apabila hasil penjualan tertinggi didapatkan dari karya seorang Artist tertentu lalu Perusahaan akan mengeksploitasi artist itu. Teman saya DJ yang juga musisi komposer musik EDM (electronic dance music) pernah deal dengan produser asal Amerika Serikat, dia berhenti bilang, “kaya robot”. Kondisi faktual mengenai kehidupan manusia bekerja berkarya seperti robot dapat dilihat kebalikannya kehidupan pada industri periklanan di Perancis yang difilmkan dalam serial Emily in Paris serial tv online (Emily perempuan muda Amerika yang bekerja di Paris).
Menjadi masalah adalah ketika untuk dapat menciptakan karya (film, musik, sport) yang paling mampu menggerakan rasa (entertainment), lalu diindustrialisasi karyanya sebagai komoditi komersial (komoditi ada material) akhirnya pengejaran terbesar adalah mencapai sebanyak-banyaknya penjualan
Tapi memang untuk inustri hiburan (rasa) karya produk Amerika Serikat hasilnya perfection, yang dalam industri olahraga jelas ditulis oleh Geno Auriemma dengan judul “Perfection” . Kisah bagaimana Geno Auriemma melatih tim basket putri universitas Connecticut(UConn Huskies) menjadi pelatih. Di AS tim basket putri Uconn Huskies adalah record juara terbanyak 11 kali juara NCAA (National Collegiate Athletic Association).
Nah dalam pandangan saya, apa yang terjadi sebagai prestasi besar di dunia entertainmen AS yang mampu tetap mempertahankan mengumpulkan medali-medali emas Olimpiade bagi negaranya, dan karya-karya film yang baik yang menggugah rasa, namun manusia para creator-nya harus siap menjadi robot/mesin. Sebut saja Almarhum Kobe Bryant yang luar biasa jago main basketnya, itu adalah hasil disiplin, kerja keras yang sekeras-keras dan tangguhnya fisik mental manusia, kalau tidak kuat tersedia morphin, dan narkoba yang “membantu” mengalihkan rasa tertekan, gelisah dsb. Atau kalau tidak kuat sama sekali, pergi saja meninggalkan dunia fana dengan inisiatif sendiri Kurt Cobain, Robin Williams, Anthony Bourdoin.
Bagaimana Indonesia, apakah mau ikutan model industri entertainment seperti AS?, Kalau saya memilih mendukung apa yang sedang terjadi di Indonesia, profesionalitas dunia entertainment demi mencapai “perfection” bisa tanpa menjadikan manusia cretornya laksana robot (padahal robot tidak tahu estitika kan… eh) . Dan salah satu yang membedakan Indonesia Nusantara adalah bangsa yang spiritual, tak heran ajaran religi apa saja masuk dan diterima, karena yang beyond sudah ada mengakar di sini, spiritulitas dalam praktek tradisi dari barat sampai timur Indonesia.
Perdagangan besar? Tak ada.. Nanti juga dipecah lagi menjadi unit-unit pembeli yang lebih kecil lagi. Nah kalau perdagangan persenjataan dan alat perang itu bukanlah bagian dari narasi yang saya tulis. Karena pembeli dan penjualnya sering kali tak mengkonsumsinya, hanya lewat. Makelar. Makelar adalah medium ketiga dari creator produser penjual dan pembeli pemakai pengkonsumsi..
@umilasminah
Fakta Sejarah Disembunyikan: Semaun, Syafrudin Prawiranegara, Soedjatmoko
Fakta Sejarah dan Kebenaran Kejadian: Andil Para Tokoh Yang Disembunyikan
Sejarah Kelam Cendrung disembunyikan
Fakta sejarah adalah suatu kejadian yang dapat dilihat dari berbagai sisi pelaku, maupun saksi kejadian. Kejadian sejarah merupakan fakta masalalu, terjadi pada kurun waktu lampau. Di dalam masyarakat modern, sejarah seringkali dianggap sebagai cerita dan para pemenang para elit. Mungkin begitu adanya, sampai saat tertentu manusia di masa kini berani mendalami kejadian masalalu tanpa pretensi apa-apa, kecuali melihatnya sebagai kejadian masalalu yang sudah terjadi di konteks dan jamannya. Ada sejarah kelam. Terjadi dimanapun, Amerika Serikat, Canada, Australia juga kini mulai menguak sejarah kelamnya dengan suku asli Indian, Aborigin/Maori. Bangsa kolonialis dan penduduk asli.
Di Indonesia sejarah hitam antar bangsa sendiri. Baik pada masa modern Kemerdekaan maupun jauh sebelum negara modern belum terbentuk, sejarah kerajan-kerajaan Nusantara juga diwarnai cerita kelam perebutan kekuasaan. Banyak cerita sejarah hitam tak diceritakan kepada publik secara resmi melalui pelajaran sejarah. Ada berbagai alasan sah menurut penguasa tentang hal ini, salah satunya stabilitas keamanan, menghindari dendam dan kebencian. Orde Baru pernah melarang beredarnya buku karya Slamet Mulyana Runtuhnya Kerajaan Hindu-Jawa dan Timbulnya Negara-Negara Islam di Nusantara yang menceritakan bagaimana masuknya Islam ke Nusantara. Ada fakta lain selain yang diajarkan pada siswa SDN pada tahun 1980an bahwa Islam masuk ke Nusantara secara damai.
Dibandingkan sejarah negeri modern lain di Asia, Indonesia memiliki sejarah Panjang yang hampir hilang dari jangkauan untuk ditelusuri, diakui dan diminati masyarakat kini. Sejarah pada masa sebelum kolonial Belanda, hampir tak dapat diketahui secara baik dan lurus bagi para pelajar tingkat SD, SMP, SMA. Kebesaran kerajaan-kerajaan Majapahit, Sriwijaya belum dapat dipaparkan secara akurat dalam konteks pembuktian material, sisa peninggalan artefak maupun arkeologinya. Meskipun secara konsensus para pendiri Negara modern Indonesia mengakuinya, sebagaimana ditemui dalam perumusan Dasar Negara dan UUD 1945 dalam sidand BPUPKI Mei-Agustus 1945. Sidang BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia) 11 Juli 1945 menyepakati bahwa wilayah Indonesia meliputi: a. Eks Hindia Belanda; b. Malaya; c.Borneo Utara; d.Papua, dan e. Timor Portugis dan semua pulau-pulau kecil sekeliling dari pulau pada huruf a sampai dengan e.[1]
Meskipun begitu, keterkaitan dan ikatan antar pulau-pulau di Nusantara masih dapat ditelusuri kini, dalam buku-buku sejarah lokal yang mengambil sumber dari sejarah lisan. Di berbagai tempat dapat juga ditemui artefak ataupun kegiatan budaya adat sehari-hari yang mirip ataupun perangkat kelengkapan rumah yang serupa dengan yang lainnya. Disamping kebesaran, keadilan dan kemakmuran pemerintahan pada masa jayanya kerajaan dan keratuan Nusantara, ada banyak kisah konflik dan perebutan kekuasaan. Fakta yang tidak sampaikan kepada pelajar. Padahal bilamanapun disampaikan dengan paparan dari berbagai sisi dan perspektif dapat memberikan gambaran yang baik sehingga penerimaan fakta sejarah akan lebih baik dan memperkaya pemahaman tentang hubungan-hubungan antar manusia.
Alhasil sejarah yang banyak disampaikan kepada publilk justru bersumber dari penelitian sejarah orang Belanda, bangsa Kolonialis, yang memiliki tujuan kepentingan mempertahankan penguasaannya di Nusantara. Tak heran yang diketahui warga banyak adalah tentang perang bubat antara Majapahit dan Galuh (Jawa dan Sunda) atau tentang Pembantaian suku Tionghoa di Batavia 1740. Tokoh yang mengkritik tentang penulisan sejarah Indonesia masih didominasi Belanda adalah Soedjatmoko, dari usahanya ini lahir An Introduction Indonesian Historiography (terbit pertamakali tahun 1962) yang memuat tulisan tentang sejarah Indonesia tidak lagi ditulis semata-mata oleh bangsa Belanda.[2] Melalui buku Historiografi ini, sejarawan dapat menelusuri jejak sejarah Indonesia melalui karya-karya yang tersebar dari berbagai sumber di tempat dipenjuru dunia, termasuk Soviet Rusia dan China. Buku ini dapat disebut sebagai satu dari berbagai sumbangsih Soedjatmoko bagi penelusuran perjalanan sejarah bangsa. Berbagai tulisannya hampir selalu memaparkan pentingnya kesadaran sejarah.
Transisi Kekuasaan Kolonial yang Belum Tuntas
Di dalam perjalanan bernegara Indonesia, sebelum Indonesia merdeka, mereka yang berjuang melawan kolonial Belanda disebut sebagai kaum pergerakan, terjadi saat dimasa Pergerakan Nasional yaitu periode 1908-1928, Pergerakan Kemerdekaan 1928-1948, dan Revolusi Kemerdekaan -1958, Orde Lama/Demokrasi Liberal 1959- 1966, Orde Baru 1967-1998 dan Masa Reformasi 1999- 2004, -kini. Keenam periode ini melahirkan karakter perjuangannya sendiri. Cara berjuang, metode dan strategi, berbeda bila dibagi Dua Masa Besar, tujuannya sama Pertama: membebaskan Indonesia dari Penjajahan (Pembebasan Manusia dari Ketertindasan) 1908- 1958 dan Kedua: (Kesejahteraan dan Kesentosaan Bangsa).[3]

Pada periode Pertama Indonesia, sebagian bangsa Indonesia kalangan tertentu memulai mengenal diri sebagai manusia bebas, mengenali penjajahan. Kalangan manusia ini umumnya para terdidik dan priyayi. Konsep manusia bebas, penindasan, dan penjajahan dikenali dan dipahami melalui literatur bacaan yang bersumber dari barat (negeri penjajah). Teori-teori perlawanan terhadap penindasan dikenali dan dipelajari. Hingga memasuki awal kemerdekaan Indonesia wacana ini masih menguat dan mencari bentuknya. Sedangkan sebagai manusia Nusantara, transisi dari tradisional dan modern baik dalam bentuk pemerintahan maupun kehidupan sehari-hari belumlah dapat terjadi secara nyata dan merata.
Peraturan Pemerintah yang diterbitkan oleh Pemerintah Soekarno tentang hukum nasional meniadakan hukum adat.kerajaan dengan memberlakukannya UU No.1 tahun 1946 (KUHP berlaku di pulau Jawa dan Madura) dan dengan UU No.73 tahun 1958 KUHP berlaku diseluruh wilayah Indonesia. Artinya pada tahun 1958 segala peraturan dan kewenangan yang dimiliki oleh sistem pemerintahan lokal (kerajaan, kesultanan) tiada memiliki kekuatan dan kewenangan lagi. Undang-undang KUHP yang bersumber dari hukum kolonial Belanda tersebut hingga kini masih berlaku, praktek penegakan dan implementasi detail yang belum diatur dalam KUHP diatur lebih jauh dalam Undang-undang lainnya.
Bila dilihat secara kehidupan kebangsaan dan kenegaraan, KUHP yang menjadi pengatur denyut kehidupan Warga Negara Indonesia untuk teratur dan tertib saja masih menggunakan sumber hukum kolonial, apakah ini bukan menandakan transisi kekuasaan (ekpolsosbud) yang belum selesai? Periode Pertama Masa Besar Masa Transisi yang belum tuntas terjadi mungkin hingga kini. Pemerintahan modern tetapi pola pikir dan budaya tradisional masih melekat didalam kehidupan masyarakatnya.
Sejarah Kelam Pasca Indonesia Merdeka
Sebelum negara Indonesia mencapai tujuan Kedua, kesejateraan dan kesentosaan Bangsa,sisa-sisa dari tujuan perjuangan Satu masih belum tuntas. Kisah dan sejarahnya secara faktual tidak seluruhnya tersampaikan kepada publik. Sejarah berdarah dan kelam dilupakan, terutama pasca Indonesia merdeka, ketika kondisi masyarakat yang sejahtera masih jauh dari bayangan, sementara perjuangan mendapatkan kemerdekaan telah melalui pergorbanan tak sedikit, jiwa dan raga, materi rohani. Timbulan pemberontakan terhadap pemerintah yang sah, yang baru berjalan dan belum stabil.
Berbagai pemberontakan terjadim pemberontakan PKI 1948 (jawa timur) membawa korban rakyat Indonesia, Pemberontakan PRRI 1958 (sumatera), Pemberontakan DITII (Jawa Barat, Aceh, Sulawesi, Kalimantan rentang tahun berbeda 1949-awal tahun 1960an). Masa terjadinya pemberontakan terjadi saat pembentukan pemerintahan yang belum dapat menjamin kenyamanan warga. Pemerintahan dan Politik yang dipilih sebagai bentuk negara modern (meninggalkan pemerintahan aristokrasi yang bersifat lokal tradisional kepada pemerintahan pusat (Ibu Kota Negara RI, dan Pemerintahan RI) yang bersifat Nasional dan Modern). Disini pembebasan manusia dari ketertindasan masih menjadi topik yang hangat. Sudah merdeka namun belum sejahtera, apalagi Sentosa. Maka orang-orang atau tokoh politik/politisi, yang pada masa kolonial didominasi aristocrat, pada masa awal kemerdekaan pun sesungguhnya masih diwarnai oleh kalangan aristocrat/priyayi/ningrat namun telah memeluk pandangan barat tentang pembebasan manusia, persamaan manusia egaliter. Apabila pada masa kolonial aristocrat memegang kendali pemerintahan karena mendapat restu Belanda, maka politisi apakah dari kalangan priyayi atau bukan mulai merebut dan menguasai pemerintahan di awal kemerdekaan.
Bagi masyarakat kini, para pelajar yang life span-nya jauh dari berbagai peristiwa di atas, kurang informasi tentang uraian fakta dalam pelajaran sejarah resmi di sekolah, sehingga banyak hal tak diketahui generasi kini. Seakan semua tidak pernah terjadi. Padahal yang terjadi dalam rentetan hidup sejarah bangsa adalah pelajaran bagi masa depan. Disamping itu, ada fakta sejarah yang kurang disampaikan kepada publik, kepada masyarakat Indonesia. Sejarah yang terjadi pada masa pra kolonial maupun yang terjadi saat perjuangan melawan kolonial, serta di awal kemerdekaan.
Tulisan ini hendak mencoba memaparkan fakta sejarah perjuangan di masa kolonial belanda maupun saat awal kemerdekaan yang motornya adalah tokoh pusat. Fakta sejarahnya banyak tidak dimunculkan dan tidak disampaikan sebagai kebenaran kejadian, hanya karena pada priode tertentu tokoh-tokoh yang terlibat pernah atau diduga pernah terlibat dalam pemberontakan.
Pemberontakan memang kerap terjadi dijaman awal kemerdekaan. Hal ini dimungkinkan karena Kemerdekaan yang diharapkan membawa perubahan ke arah lebih baik bagi masyarakat belum mewujud. Sebagai suatu jembatan emas menuju masyarakat sentosa tampak masih jauh dan kelihatan tak mungkin. Mengapa? Di negeri kaya raya Sumber daya alamnya seperti Indonesia negeri merdeka tak serta merta menjadikan rakyat sejahtera,
Berbagai pemberontakan melawan pemerintah pusat dan penumpasannya mau tak mau ada andil negara lain. Bagaimanapun fakta di dunia segala jenis persenjataan perang yang membutuhkan pasar adalah produsen senjata tersebut dan ada negara yg paling dominan dalam market itu.
Berbagai pemberontakan di atas tidak disampaikan dengan lengkap dalam buku-buku sejarah. Biasanya yang disampaikan pemberontak terjadi karena A, B, C tanpa menungkapkan berapa jumlah korban yang hilang, meninggal ataupun apa yang menjadi “bekas” “luka” karena terjadinya pemberontakan. Apakah disampaikan bahwa pemberontakan adalah perang antara sesama bangsa Indonesia. Bagaimana proses penyelesaian pemberontakannya. Bagaimana semua dapat ditelusuri dan diungkapkan dalam berbagai sisi.
Tak banyak yang tahu bagaimana Pemberontakan PRRI Permesta menimbulkan trauma mendalam bagi suku di Sumatera Barat, atau bagaimana masyarakat terpecah saat pemberontakan PKI di Madiun dan bagaimana peristiwa pemberontakan terhadap pemerintah kolonial Belanda yang dilakukan oleh serikat pekerja kereta api tidak banyak diketahui orang. Itulah penyembunyian sejarah kelam, yang melahirkan politik “kebencian” terhadap suatu kelompok atau golongan hingga kini masih bisa dipraktekkan, dan contoh tervalid adalah bagaimana dalam kurikulum pelajarah sejarah bahkan di perguruan tinggi tidak menampilkan fakta tentang tokoh-tokoh pusat yang memberi kontribusi bagi kemerdekaan dan pembangunan Indonesia.
Mari kita kembali ke fakta masalalu tentang Fakta Kebenaran perjuangan dan sumbangsih pelaku sejarah yang disembunyikan oleh tokoh pusat di dalam perjalanan bernegara.
Tokoh yang Andilnya “Disembunyikan”
Pemberontakan PRRI Semesta yang berpusat di Sumatera Barat 1958-1961 pembangkangan militer daerah dan dukungan tokoh pusat dan bantuan Amerika Serikat membuat partai yang terlibat Partai Sosialis Indonesia dan Masyumi dibubarkan.
Tokoh pusat yang terlibat telah mendapatkan hukuman, dan rakyat umum, maupun simpatisan telah banyak yang kehilangan nyawa,harta benda, dan trauma. Pada priode tertentu para tokoh itu, mungkin telah mengalami rehabilitasi dari pemerintah yang berkuasa, namun ketika informasi tentang sumbangsih dan andilnya bagi Negara tidak disampaikan kepada publik, khususnya masyarakat kini yang telah berjarak jauh dari kejadian dan peristiwa masalalu, apakah bukan berarti telah menghilangkan hak “pengetahuan” tentang sejarah bangsanya sendiri?
…namun ketika informasi tentang sumbangsih dan andilnya bagi Negara tidak disampaikan kepada publik, khususnya masyarakat kini yang telah berjarak jauh dari kejadian dan peristiwa masalalu, apakah bukan berarti telah menghilangkan hak “pengetahuan” tentang sejarah bangsanya sendiri?
Disini hanya akan mengangkat 3 tokoh pusat yang dalam aktivitas perjuangannya telah ada sebelum Kemerdekaan Indonesia dan sesudah kemerdekaan, namun jejaknya dan sumbangsihnya tidak tersampaikan karena probabilitas ada kaitannya dengan Parpol yang dibubarkan, yaitu Semaun, Soedjatmoko, Syafrudin Prawiranegara.
Semaun aktivis Sarekat Islam sejak remaja 1918, kemudian menjadi Pendiri PKI, pernah di penjara oleh kolonial Belanda karena tulisannya di media massa 1919, ketika menjadi aktivis buruh 1923 melakukan pemogokan buruh kereta melawan kolonial. Selama ditahan Belanda sempat menulis novel Hikayat Kadiroen terbit 1920, yang bercerita tentang kondisi masyarakat kolonial dari persfektif ketidakadilan warga terjajah, perlawanan kolonial yang cukup detail. [4]Ia menulis brosur berjudul Indonesia tahun 1940 yang tersebar luas. Menulis buku pelajaran bahasa Indonesia pertama untuk dipelajari di Uni Soviet/Rusia, saat di Uni Soviet dipercaya menjadi anggota Comitern Uni Soviet menjadi Ketua Badan Pembangunan Turkmenistan. Kembali ke Indonesia tidak lagi aktif dalam PKI (karena menurutnya berbeda arah), bekerja di kantor pemerintah menjadi Wakil Ketua Bapekan (Badan Pengawas Kegiatan Aparatur Negara) yang diketuai Sultan Hamengkubuwono IX, pernah mengajar ekonomi di Universitas Pajajaran dan mendapat gelar Doctor Honoris Causa dari Universitas Pajajaran. Keluarganya di Curahmalang Mojokerto pada saat terjadinya G30SPKI habis dibunuh. Semaun sendiri meninggal dunia 1971 dalam Islam, dimakamkan di makam keluarga di Pasuruan Jawa Timur.
Syafrudin Prawiranegara:Pada masa mahasiswa menulis tentang seorang Belanda Prof. Eggens yang telah menghina bahasa Indonesia sebagai bahasa rendah, Een Holandse Kwajongen (Seorang Belanda yang Bergajul dan Bodoh). Menjadi satu-satunya Warga Negara Indonesia yang menjadi Presiden De Javasche Bank (1951-1953) dan Gubernur Bank Indonesia (BI) pertama (1953-1958) sebagai hasil dari nasionalisasi DJB. Ketua (semacam presiden) Pemerintah Darurat Republik Indonesia PDRI di Sumatera Bart saat Presiden Soekarno dalam tahanan Belanda 1948. Tahun 2011 dianugrahi gelar Pahlawan Nasional.
Soedjatmoko salah satu delegasi Indonesia yang memperjuangkan kemerdekaan penuh di PBB 1947 ketika Agresi Militer Belanda, di AS aktif mencitrakan Revolusi Kemerdekaan Indonesia kepada gerakan perempuan dan universitas, turut menyiapkan pendirian kedutaan Inggris dan Amerika awal Kemerdekaan Indonesia, sebagai jurnalis di Deplu sangat berperan pada masa awal kemerdekaan memberitakan fakta perjuangan Indonesia kepada dunia internasional. Pernah menjadi anggota DPR/Konstituante, menjadi Duta Besar Amerika Serikat 1968-1971, menjadi Rektor United Nations University 1980-1987, Menerima RamonMagsaysay Award 1978 untuk Peace and Internasional Understanding (PIU), Asia Society Award (1985), dan Universities Field Staff International Award for Distinguished Service to the Advancement of International Understanding (1986) dan dari Negara Tanda Kehormatan Bintang Budaya Parama Dharma 2017. Tahun yang akan 2022 akan menjadi peringatan 100 Tahun Soejatmoko, rencananya informasi dari keluarganya, akan dihelat berbagai kegiatan untuk membumikan kembali pemikiran Soedjatmoko kepada generasi kini.
Soedjatmoko merupakan salah seorang yang Bung Karno telah “melihat” masa depannya, ketika kepada mahasiswa yang mengantarnya seusai rapat di Cikini 71 tahun 1944, berkata,” Soedjatmoko dan Soedarpo itu nanti menjadi orang besar” (Pergumulan Seorang Intelektual, biografi Soedjatmoko dikutip dari Rosihan Anwar., Soedarpo Sostrosatomo, Suatu Biografi 2001). Soedjatmoko adalah tokoh yang terlibat dalam pemerintahan Soekarno dan Soeharto, dan pernah berkomunikasi dengan Semaun (saat di Moskow tahun 1950an) dan Syafrudin Prawiranegara (saat menjadi anggota USI Unitas Studiosorum Indonesiensis).
(Waktu awal kuliah, mengetahui bahwa PKI didirikan oleh orang dari Sarekat Islam, penulis agak kaget juga 🙂 , jaman Orba ) @umilasminah


[1] S.Silalahi, M.A., Dasar-dasar Indonesia Merdeka versi Para Pendiri Bangsa, Gramedia.,2001., hal.236.
[2] Soedjatmoko, An Introduction to Indonesian Historiography– Equinox Publishing (edisi 2006), hal xiii
[3] Periodesasi Sejarah Indonesia yang umum terbagi sebagai mana disebutkan diatas antaralain disampaikan oleh AK Pringgodigdo.; Kuntowijoyo, 1995. Pengantar Ilmu Sejarah. Yogyakarta: Yayasan Bentang Budaya,; Nugroho Notosusanto-Sartono Kartodirjo dalam buku Sejaran Nasional Indonesia Jilid V
[4] Semaoen., Kadiroen, penerbit Bentang 2000
Novel tentang Budak Jawa di Afrika masa Kolonial
Membaca novel adalah pengembaraan visual yang dibantu teks, kata-kata pemomongnya, yaitu penulis novel. Sebagai feminis, saya suka membaca novel karya perempuan, terutama yang jelas tuturan visualisasi dengan deskriptif dan narasi yang penuh rasa emosi. Termasuk novel Sapaan Sang Giri (SSG). Tak banyak novel perempuan Indonesia yang saya baca akhir-akhir ini, malahan baru baru ini baca novel jadul Chandrakirana karya Ajip Rosidi.
Novel Sapaan Sang Giri (SSG) ini merupakan karya debut Isna Marifa. Saya merekomendasikan perempuan yang suka dengan novel berbahasa puitis, dan narasi indah mendeskripsi lingkungan alam yang penuh imaji visual, dan tentunya bercerita juga tentang kekayaan pengalaman perempuan dalam kehidupan domestik, terisolasi.
Novel SSG bercerita tentang pengalaman orang-orang yang dengan narasinya: yang harus pergi jauh meninggalkan daerah asal karena dijual sebagai budak Parto dan Wulan, dan orang-orang yang ditinggalkannya ayah Parto, Wage, yang juga menarasikan istrinya Sulastri. Novel ini dominan narasi perempuan, selain Wulan yang mendapat tempat 11 kali bercerita, perempuan sendiri merupakan konsep. Sama seperti ibu, perempuan adalah kata kerja.
Novel Sapaan Sang Giri (SSG) ini merupakan karya debut Isna Marifa. Saya merekomendasikan perempuan yang suka dengan novel berbahasa puitis, dan narasi indah mendeskripsi lingkungan alam yang penuh imaji visual, dan tentunya bercerita juga tentang kekayaan pengalaman perempuan dalam kehidupan domestik, terisolasi.
Peristiwa perbudakan digambarkan terjadi pada abad ke 18 di tanah Jawa, ketika seorang kehilangan kekuasaan atas dirinya karena jerat lintah darat, seakan alam turut andil mengkondisikannya dengan banjir yang jadi penyebab tak ada panen.
Perjalanan bapak dan anak dibuka oleh suara hati Wulan. Parto sebagai budak, dan Wulan anaknya yang ikut sejak usia 10 tahun, dan yang harus bertahan hidup di kapal laut selama berbulan-bulan, untuk tiba di Afrika Selatan. Banyak yang tidak selamat didalam perjalanan meninggal dunia, diantaranya Yu Mirah, suaminya sakit di dalam perjalanan dan dibuang ke laut, yang trauma sehingga tak banyak bicara. Novel ini bisa dibilang berani, karena bagi Anda yang berharap sesuatu yang happy ending akan nyesek, bagaimana menjemput ajalnya dipaparkan secara sederhana. Sebagai penggemar cerita happy ending, saya harusnya tidak suka, tapi karena balutan kental budaya asli Nuswantara, dan bagaimana rasionalitas kekerasan terhadap perempuan ditampilkan dengan halus, saya benar merekomendasi ini. Di akhir novel memang agak melambat… karena anti klimak.
Narasi Perempuan
Tertarik membaca karena judulnya, kata-kata Giri, yang dalam bahasa Sangsekerta berarti Gunung. Sapaan Sang Giri memulai ceritanya kalimat-kalimat prosa dari Wulan, yang sedang dalam perjalanan di kapal laut. Bayangan imaji desa yang indah hingga air bah menghentikan tawa. Membaca novel ini asyiknya, walaupun berbeda dan berbagai perspektif, kita akan memahami masing-masing cerita yang dicurahkan tokohnya, juga tentang tokoh lain di alur kisah.
Wulan dan Parto sebagai tokoh utama yang harus pergi ke Afrika Selatan sebagai budak belanda bernama Baas. Parto bukan budak biasa, ia masih merasa lebih beruntung, karena memiliki keahlian sebagai tukang kayu, juga mengukir. Sejak ketibaannya di Afrika sebagai hingga akhirnya pada suatu masa berpindah dari perkebunan Baas dan tinggal dengan cucunya, hingga menjelang ajal kerinduan pada tanah Jawa tak pernah berhenti.
Sejarawan yang ingin menggali peristiwa masalalu pasti akan tertarik membaca SSG terutama yang tertarik pada peristiwa orang biasa bukan tokoh terkenal atau elit politik. Fakta perbudakan ditampilkan secara tuturan yang runut dan rapi. Dimana Anda bisa “menyaksikan” jual beli dan transaksi perbudakan. Bagaimana kondisi budak. Bagaimana pembeli. Bahwa orang Jawa dapat menjadi budak, bahkan aristokrat dapat menjadi tidak bebas (meskipun bukan budak). Realitas ketidakbebasan tak hanya terjadi pada budak. Mereka yang melawan pemerintah kolonial akan menemui risiko dipenjara, dibuang jauh ke negeri seberang. Itu pun ketika akhirnya bebas sebagai budak pembuktiannya harus dengan surat berbahasa belanda.
Buku ini memaparkan hubungan antara sesama manusia yang terperangkap dalam perbudakan dan harus tinggal bersama di kebun, Parto, Wulan, Bu Ning, Diman, Ahmad, Bejo, Nengah, Yu Mirah orang Jawa yang bercampur dengan Koki dari Bengal, pekerja dari Afrika, Reen anak perempuan dari suku Khoikhoi teman bermain Wulan, orang belanda pemilik budak, pembeli budak, pengawas Kneckt, perempuan belanda istri Baas anak belanda Olivia dan Mary, yang semuanya saling berkelindan dalam penyatuan dan kertepisahan yang hampir serentak, karena kendala bahasa. Tempat ini dikenal dengan Tanjung Harapan (kini CapeTown).
Perbudakan adalah anak kolonialisme. Melebihi penindasan manusia atas manusia lain. Budak bukan manusia dia adalah barang yang bisa dipakai, dijual belikan oleh Pemiliknya. Di perkebunan apapun bisa terjadi pada budak, tak ada hukum yang melindunginya. Di dalam kisah SSG kita akan menemukan terjadinya modul kekerasan seksual, khususnya eksploitasi seksual. Dimana dalam RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual, Eksploitasi Seksual[*]
Pengalaman perempuan sangat nyata digambarkan oleh Wulan. Sebagai anak usia 10 tahun, Ibu meninggal maka kehidupannya ditentukan oleh orang dewasa. Ikutlah ke Afrika. Di dalam kapal ada perempuan Jawa Bu Ning, juga berangkat sebagai budak. Kesehariannya sebagai perempuan Jawa menjalankan tradisi kejawen dipaparkan Wulan, dengan indah “Nduk kembang kenanga mengingatkan kita supaya mencari kearifan leluhur, dan menghargai warisan mereka. Walaupun kita jauh dari leluhur, Wulan kamu harus selalu mengingat cara-cara mereka” . Disinilah penyelaman penulis untuk menjadikan penting pengalaman perempuan yang dari jaman ke jaman taken for granted. Semua pengalaman Wulan dari masih anak-anak hingga dewasa menikah dan melahirkan penting, dan dengan renyahnya Wulan bertutur ketika belajar bekerja:
”Yu Mirah…
Dia ajarkan aku lipat serbet kain,
usap pisau garpu perak sampai berkilap…
agar isti Baas tidak membentak,
Dan terpenting ajarannya.
Bagaimana kerja tanpa sedikit pun bersuara.
Bak hantu gentayangan.”
Kehidupan Wulan dari remaja digambarkan melalui perlakuan dari Bu Ning. Secara pribadi pun dia mengalami perubahan reaksi atas sikap dari perhatian pekerja musiman perkebunan laki-laki dari Afrika Barat, Afdei laki-laki yang suka bersain gendang.
Alur selanjutnya yang menjadi bagian kehidupan perempuan sehari-hari digambarkan dari pengobatan herbal untuk mengobati Wulan yang batuk karena musim dingin. Bu Ning diajari membuat ramuan obat herbal dari rebusan tanam-tanaman, pembuatannya oleh ibunda Reen, anak suku asli Khoikhoi, yang menjadi teman Wulan. Lalu Wulan hamil dari eksploitasi seksual, lahir anak Abimanyu, anak yang tak terlalu diharapkan, sempat coba dibuang namun gagal. Namun anak itu melindunginya dari pelaku kekerasan. Menikah dengan lalu hamil. Kehamilan kedua perempuan, dinamainya Restu, buah pernikahan dengan Ahmad orang Jawa di perkebunan. Wulau juga memaparkan tanda yang biasa dirasakan ibu hamil bila anak yang dikandungannya perempuan, makan di perutnya tak terlalu dirasa banyak gerak, tak terlalu banyak makan (rakus kalau ibu-ibu menyebutnya), dan si ibu suka berdandan, rapi. Sementara anak yang dikandung laki-laki berbeda. Diantara siklus hidup itu semua, Bu Ning hadir dengan tradisi Jawanya. Nujubulanan, kembang setaman dan menyan. Walau jauh di Afrika sana, lantunan tembang macapat menjadi bagian Wulan.
Kampung Halaman dan Jalan Hidup Manusia
Sapaan Sang Giri adalah kisah keluarga Wage Wage di Jawa, dan anaknya Parto dan Wulan cucunya di Afrika, dalam rentang tahun 1751-1791. Suara para tokoh yang secara umum penuh kepedihan dan keprihatinan. Kerinduan pada kampung halaman. Jelas disampaikan ketika baru tiba, Wulan sudah minta pulang. Namun ada juga kegembiraan budak-budak Jawa di perkebunan ini. Ketika tradisi pernikahan dilaksanakan di tanah Afrika. Makanan, tatacara adat istiadat menjelang nikah, serasa di tanah Jawa.
Namun di tanah Jawa, yang ditinggalkan kekelaman lebih dalam. Dari Wage kita membaca penantian dan harapan anak dan cucunya pulang kampung dinantikan selalu. Bahkan diadakan doa dan kenduri. Tak ada hasil, tak jua ada pedati tiba. Bahkan pembaca akan terenyuh lebih dalam dengan kepergian nenek Wulan, Sulastri.
Secara garis besar novel ini merengkuh nilai Jawa dalam kehidupan dimanapun, Nrimo, Ikhlas. Terutama ketika sudah terjadi. Sehingga Parto pun akhirnya menerima gunung batu layaknya Gunung-gunung di Jawa. Rasa syukur selalu ada, bahkan ketika pada akhirnya harus kehilangan orang-orang kinasih. Tulisan ini tak bermaksud memberikan spoiler bagi pembaca. Secara struktur kisahnya rapi terjalin. Ada jalan yang tidak diketahui manusia, ada kehilangan, lalu kembali bertemu dalam keterlambatan. Ada sisipan kisah politik perpecahan ningrat Jawa saat pembagian keraton Surakarta dan Yogyakarta, ningrat dari berbagai wilayah Nusantara yang yang dibuang ke Afrika. Ada kesetiaan doa, ada rebound. Yang pasti novel ini berani, berani mematikan tokoh utamanya tanpa kita sedih larun dalam kedukaan mendalam. Novel ini adalah novel menceritakan nilai kemanusiaan, yang universal dan yang personal. Universal manakala diantara manusai berbeda bangsa, suku adat istiadat dapat hidup dalam harmoni kebersamaan. Personal kita mendapati segala rasa, meski yang terkuat adalah penyesalan, semua tokohnya.
[*] Ekspoitasi Seksual: Eksploitasi seksual adalah tindakan seseorang yang memiliki kekuasaan dan/atau posisi terhadap akses, kontrol, manfaat terhadap sumber daya, menggunakan kekuasaan dan/atau posisinya tersebut untuk melakukan tindakan seksual dengan seseorang yang tidak memiliki kekuasaan atau yang bergantung padanya untuk mendapatkan sumberdaya, atau semata-mata untuk keuntungan/pemenuhan seksual pelaku. (JKP3 Jaringan Kerja Prolegnas Pro Perempuan)