Pernah membaca artikel feminis di Indonesia tentang Olah Raga? Hehehe sepertinya hampir sulit menemukannya, belum ada yang menulis tentang hal tsb… Secara garis besar feminis di Indonesia tidak suka olah raga, suka dalam arti ini tidak menyukai olah raga yang mainstream (yang banyak disukai publik secara massif) termasuk olah raga berkelompok, tim atau grup seperti Volley, Sepakbola, Basket. Yoga? Renang? Bagi saya olah raga kelompok itu penting bagi perkembangan hidup manusia selain sehat, mereka yang terlibat dalam olah raga kelompok memiliki dorongan untuk mengembangkan sifat sosial kemausiaan sesama tim. Mengenal empati, solidaritas, bersatu dan menumbuhkan sifat patriotisme (cinta pada negara/wilayah yang diwakili). Feminis di Indonesia hampir tak pernah mengangkat bagaimana diskriminasi dalam bidang olah raga terjadi. Bagaimana jumlah penonton, jumlah coveragenya, bagaimana olahraga dianggap gender base activities. Padahal hampir semua olah raga sejatinya untuk kesehatan dan kedigjayagunaan kanuragan. Perempuan dan laki-laki dimasalalu sama-sama berkuda, memanah, silat dan lain sebagainya.
Kini ketika olah raga telah masuk ke dalam industri kapitalis yang merambah seluruh dunia, Indonesia masih jauh tertingal. Olah raga hanya bersifat karitatif seperti peringatan dan bersifat seremonial, atau bertujuan lain di luar sports seperti penggalangan dana, contohnya lari bersama memperingati Hari Perempuan Sedunia, atau run for donation dsb. Apakah olahraga bukanlah bidang yang perlu mendapat perhatian juga dari semua kalangan khususnya Feminis yang memperjuangkan Penghapusan Seksisme dan Eksploitasi serta Penindasan? Tentu saja. Kenyataannya olahraga masih dikuasai oleh laki-laki, dalam hal penghargaan maupun coverage media. Di Amerika Serikat isu tentang perempuan berhak berolah raga secara kompetitif dan industri baru ada setelah termuat dalam UU Hak Sipil, title IX dan 1994, the Equity in Athletics Disclosure Act, sebagai Title IX the “Patsy Takemoto Mink Equal Opportunity in Education Act,” yang ditandatangani President George W. Bush. Tak heran kini Amerika Serikat menjadi salah satu Negara yang terhebat dalam perolehan medali emas untuk berbagai bidang olah raga beregu putri (Sepakbola, Volley, Baskeball). Mendapatkan Emas (6kali berturut-turut Basketball putri Olimpiade). Melihat bagaimana di Amerika Serikat sports bagian dari patriotisme (nasionalisme) bukanlah dari dukungan semata-mata Negara atas fasilitas olahraga tetapi Masyarakat dan Swasta (sponsor, penonton yang beli jersey dan pernak-pernik) itulah sesungguhnya industri yang ramah dan industri di masa depan. Bagaimana perusahaan lokal American Branded mendukung atlet dan sponsor tim yang membawa nama negara.
Pada konteks Amerika Serikat, yang telah memiliki Regulasi olah raga yang mendukung keseteraan, pada kenyataanya atlit perempuan dipun masih mengalami diskriminasi baik dari Bayaran maupun Coverage Media. Hal ini tentu saja terjadi mengingat sistem Patriarki dalam arti sexisme masih terjadi, ketika manusia pemegang kekuasaan baik-perempuan dan laki-laki masih mempraktekkan sexisme (Bell Hooks, Feminism is for Everybody). Mengingat di Amerika Serikat olahraga/sports sangat erat kaitannya dengan entertainment (Budaya/Arts) maka mulailah perjuangan equality in pay on sports (http://www.bbc.com/sport/40299469 )untuk berapa event besar, namun liputan media massa tentang event olahraga perempuan masih kecil. Ketika ada WOMEN WORLD CUP tahun 2015 di Kanada, coba ditanyakan kepada perempuan penggemar sepakbola di Jakarta (pendukung Persija misalnya), mungkin tak tahu, karena hampir tak ada siaran langsungnya di tv di Indonesia atau swasta. Mungkin mereka yang mempunyai saluran tivi kabel bisa menyaksikan di ESPN atau Channel sports lainya.
Kembali ke negeri Indonesia, dimana klub sepakbola lokal (daerah kabupaten, Kota, dan Provinsi) telah dikenal warga penggemar sepakbola di wilayahnya (klub Sepakbola Laki-laki). Presiden Jokowi mulai mengambil kebijakan untuk mendorong sepakbola putri. Toh Indonesia memang pernah punya sepakbola Putri ditahun 1980an. Waktu itu Mutia Datau yang cukup dikenal https://www.kompasiana.com/bungeko/muthia-datau-legenda-sepak-bola-wanita-indonesia_5509719aa333113e4b2e3a17 , dan pada masa itu enam dan olah raga antar sekolah lumayan masif. Namun keterkaitan antara Sekolah dengan prestasi olah raga hampir tak ada. Malahan ada seorang anak yang mewakili wilayahnya lomba di tingkat kabupaten dan mendapat mendali, namun tidak dihargai oleh guru olahraganya mendapat nilai buruk. Bandingkan dengan Amerika Serikat, dimana pendidikan dan olahraga itu memiliki kedekatan untuk sentimen daerah (lokasi sekolah), dan kebanggaan prestasi dan bertingkat dari SMP, SMU hingga Universitas. Tidak sulit sesungguhnya dilaksanakan bila ada kordinasi yang baik antar Instansi Departemen Pendidikan dan Kementrian Olah Raga.
Menilik tulisan kompasiana di atas tentang ketakutan Ibunda Mutia (atlit sepakbola putri) yang ketakutan anaknya menjadi tomboy seharusnya bisa dihindari. Olah Raga adalah demi kesehatan, bahkan bisa jadi profesi (mata pencaharian), bagian dari Pendidikan Karakter, sebagai bagian inti dari Budaya yang dapat mengharumkan Nama negara, hanya dengan Mendapatkan Juara/Champion atau Emas lah LAGU KEBANGSAAN INDONESIA RAYA tersiarkan di Luar Negeri dihadapan bangsa lain. Emas yang diperoleh Perempuan atau Laki-laki semuanya didampingi LAGU KEBANGSAAN, tak ada diskriminasi terhadap patriotisme/nasionalisme. Perempuan dan Laki pembawa Nama Negara, Warga Negara Indonesia 🙂
tambahan: Minggu ini 19-21 Maret 2018, kompetisi Basket Putri penyisihan Piala Srikandi berlangsung di GOR Lokasari Mangga Besar Jakarta- TIKET GRATIS. Kompetisi termasuk liga yang diikuti atlet basket putri profesional .
srikandcup.com