PETANI PEREMPUAN ADALAH PENYEDIA PANGAN SEDUNIA
Para petani dari 76 negara berkumpul di Indonesia dalam Konferensi Internasional La via Compensina, mereka diwakili 250 petani, di Padepokan Pencak Silat Taman Mini Indonesia dari 6-13 juni 2013. Mereka tergabung dalam La via Compensina–suatu Gerakan Petani Internasional petani kecil dan menengah, petani penggarap, petani perempuan, masyarakat adat, buruh migran dan pekerja pertanian di seluruh dunia, untuk memperjuangkan keberlanjutan pertanian dalam skala kecil sebagai cara untuk mempromosikan keadilan sosial dan martabat. Melawan pertanian yang dikuasai oleh korporasi dan perusahan transnasional yang merusak dan alam dan manusia. (viacampensina.org).
Konferensi ini menjadi penting, namun tidak banyak yang memberitakannya di media mainstream. Padahal dari konferensi ini, realitas dunia dan pangan menunjukkan suatu fakta yang masih harus terus dikritisi dan diperbaiki, khususnya terkait petani perempuan.
La via Compensina Region Asia Tenggara mencatat 70% pekerja pertanian adalah Pperempuan.
FAO mencatat kontribusi produksi pangan didunia 80% oleh perempuan.
Di Indonesia 65% perempuan dari petani
Di Tanzania, 50% pekerja pertanian adalah perempuan, dan sebagian besar perempuan di Tanzania memiliki tanah, namun ketika suami poligami dan mereka menolaknya, tanah tersebut malah hilang haknya.(kompas cetak, 6/6/2013)
Dalam Rilisnya La Compensina antara lain mengungkapkan bahwa , La Via Campesina telah mendorong partisipasi perempuan dalam semua tingkat tindakan, pemangku kekuasaan, dan lainnya sebagai cara untuk mengakui pentingnya perempuan dalam proses pembangunan politik gerakan, dan sebagai cara untuk memberantas semua jenis diskriminasi jender, Peran wanita di Via Campesina adalah bagian dari apa yang membuat gerakan ini tetap eksis baik dalam sejarah gerakan tani dan di antara gerakan sosial dan organisasi internasional. Di Indonesia kebijakan impor benih dan pangan menghancurkan hak pengelolaan dan kearifan lokal petani perempuan. Perempuan semakin sulit mengembangkan pengetahuan pertanian berwawasan alamnya, perempuan semakin sulit menghasilkan pangan untuk keluarganya. Sebagaimana La Via Compensina yang mendorong kemajuan perempuan SPI dan La Via Campesina menekankan bahwa kekuatan perjuangan tani harus dilakukan oleh semua pihak, laki-laki maupun perempuan. Hal ini antaralain tercermin dari tampilnya petani perempuan dalam memimpin organisasi, berani memperjuangkan haknya sebagai petani, dan tampil aktif untuk menolak berbagai bentuk penghancuran terhadap kehidupannya sebagai petani.
Dalam konteks Pancasila, La via Campensina sejalan dengan semangat bangsa Indonesia yang mendorong Kedaulatan Pangan Negara (dan bukan ketahanan pangan–yaitu konsep Pemerintah SBY), karena bedanya ketahanan pangan dan Kedaulatan Pangan adalah: Kedaulatan Pangan adalah kemandirian pangan (mendayagunakan produksi pertanian/perkebunan/kehutanan bagi pemenuhan kebutuhan lokal), sedangkan ketahanan pangan berarti Ketahanan pangan berarti kesediaan pangan (mau impor, atau ngutang yang penting makanan tersedia)..
Sebagaimana Batari Pertiwi, Dewi lapisan pertama bumi atau Dewi Sri (Dewi Padi, dimasyarakat Jawa dipanggil Mbok Sri) yang membawa benih dari kahyangan realitas dunia tetaplah sama hingga kini perempuan lah penentu keberlanjutan hidup manusia, memberi makan manusia melalui tangan dan keringat petani perempuan, menyemai, menanam, memelihara tanaman pangan…Hanya saat panen biasanya petani laki-laki terlibat. Bila perempuan masih tersisihkan, itu adalah pengingkaran dari ajaran yang sesungguhnya, memuliakan perempuan sebagaiman Leluhur Nuswantara dahulu kala…
informasi tentang Serikat Petani Indonsia yang menjadi anggota La via Compensina dapat dilihat di http://www.spi.or.id
Sumber foto dari http://www.spi.or.id