Deklarasi SEKNAS PEREMPUAN PENDUKUNG JOKOWI

Sekretariat Nasional Perempuan Pendukung Jokowi

 

 PRESS RELEASE

 Terwujudnya Keadilan Sosial bagi seluruh rakyat termasuk perempuan sebagai wujud kemandirian bangsa

Perempuan Indonesia merupakan golongan pemilih dengan jumlah terbesar, mencapai lebih dari setengah jumlah populasi pemilih. Artinya, pemilih perempuan memiliki porsi politik terbesar dalam menentukan siapa yang akan duduk sebagai pemimpin bangsa ini.

Calon pemimpin harus menyadari bahwa perempuan Indonesia tidak lagi hanya berperan di ranah reproduksi, domestik, pencari nafkah tambahan melainkan juga pada ranah produksi, pencari nafkah utama dan berada di ruang publik.

Artinya, ide kemandirian bangsa sebagai visi dan misi kepemimpinan Jokowi ke depan akan menjadi penuh jika dan hanya jika ada pelibatan perempuan dan pemberdayaan perempuan seharusnya menjadi bagian yang integral dalam agenda pembangunan ke depan.

Harus disadari bahwa Proses Pemilu maupun Pemilukada selama ini belum menunjukkan hasil yang signifikan dalam pemenuhan hak-hak dan kepentingan ekonomi, sosial, budaya dan politik terkait kehidupan perempuan. Peran perempuan di dalam Pemilu maupun Pemilukada hanya sebagai pelengkap pemenuhan kuota 30% seperti diamanatkan UU pemilu no 12/2003.

 

Sehubungan dengan hal tersebut maka Seknas Perempuan Pendukung Jokowi dideklarasikan pada hari Rabu, tanggal 30 April 2014. Seknas Perempuan Pendukung Jokowi (Seknas Jokowi) bertujuan untuk menyatakan dukungannya terhadap pemenangan Jokowi menjadi Presiden RI dalam Pilpres 2014, serta memberikan masukan, sekiranya  Bapak Jokowi terpilih sebagai Presiden RI, kebijakan-kebijakan yang terkait dengan hak-hak perempuan, pemberdayaan perempuan dan kesetaraan gender, termasuk hak-hak fundamental seksual dan reproduksi serta kebijakan-kebijakan yang mendorong diakhirinya kekerasan terhadap perempuan dan anak.

 

Misi SekNas Perempuan

  1. Mendukung pemenangan Jokowi menjadi Presiden RI dalam pilpres 2014
  2. Mengusung hak-hak perempuan, pemberdayaan perempuan dan kesetaraan gender menjadi agenda program politik dalam pilpres 2014 dan menjadi program nasional jangka panjang dan menengah ketika Jokowi terpilih menjadi Presiden
  3. Mengawal proses menuju masyarakat sipil Indonesia yang berkeadilan gender/berpihak kepada perempuan, dalam konteks pemilihan presiden 2014

 MDGs dan Beijing Platform For Action merupakan pedoman yang penting dalam merumuskan Perencanaan Pembangunan Nasional di Indonesia, selain itu UU No. 7/1984 tentang Pengesahan Konvensi mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskiriminasi terhadap Wanita, dan Inpress no 9/2000 tentang Pengarus Utamaan Gender dalam Pembangunan Nasional telah menjadi dasar bagi pemerintah pusat maupun daerah dalam meningkatkan kapasitas pemerintah dan lembaga lainnya terhadap hukum dan kebijakan yang responsif gender, perlindungan dan pelayanan yang sensitif terhadap kebutuhan perempuan. Namun demikian masih banyak isu-isu strategis sehubungan dengan hak-hak perempuan, pemberdayaan perempuan dan kesetaraan gender belum menjadi agenda prioritas pemerintah Indonesia selama ini.

Di bidang kesehatan, Indonesia telah berusaha menurunkan angka kematian bayi dari 68 menjadi 32 tiap 1000 bayi lahir hidup dan di tahun 2013, dan masih berupaya untuk menurunkan insiden dan angka kematian terhadap tuberculosis. Namun demikian target peningkatan kesehatan perempuan secara umum perlu dibuat, dan penurunan angka kematian ibu dan bayi termasuk gizi buruk balita perlu ditingkatkan, melalui program-program strategis diantaranya a) Program kartu sehat menjadi program nasional, salah satunya melalui Kartu Indonesia Sehat, yang berlaku juga untuk Kesehatan reproduksi perempuan, b) Menekankan dan melanjutkan pelaksanaan program “Suami Siaga” secara nasional untuk menjamin rasa aman dan terlindungi dari perempuan yang melahirkan dan BALITA yang dilahirkan, c) Kebijakan yang komprehensif untuk menekan angka kematian ibu dan anak, sesuai dengan garis-garis kebijakan MDG’s.

Di bidang pendidikan, Pemerintah Indonesia baru berhasil menaikkan tingkat pendidikan dasar yang semula 9 tahun menjadi 12 tahun untuk meningkatkan tingkat partisipasi di pendidikan lanjutan. Namun demikian akses pada Ilmu Pengetahuan menjadi faktor penting untuk meningkatkan kualitas hidup perempuan dan meningkatkan kemampuan perempuan dalam mengatasi kemiskinan dan pemiskinan dalam segala bidang kehidupan, serta menurunkan tingkat kerentanan perempuan terhadap kekerasan dan eksploitasi seksual. Oleh karena itu bidang pendidikan dan pemberantasan buta huruf bagi perempuan patut mendapat perhatian khusus, melalui salah satunya sekolah murah sampai tingkat perguruan tinggi secara nasional, tanpa diskriminasi terhadap anak perempuan.

Di bidang politik, Pemerintah Indonesia juga mendorong keterwakilan perempuan di parlemen, dimana keterwakilan telah meningkat dari 12,5 % di tahun 1990 menjadi 18% di tahun 2013. Namun demikian pertama, kami memandang bahwa kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan di dalam agenda pemerintahan Jokowi adalah hal yang sangat penting. Kedua, perspektif gender merupakan isu lintas bidang, artinya bahwa untuk mencapai pengarusutamaan gender secara sistematis maka kesetaraan gender perlu disinergikan di semua bidang.Ketiga, Pemerintahan kedepan perlu menjalankan Inpress no 9 tahun 2000 tentang Pengarus Utamaan Gender dalam Pembangunan Nasional, melakukan pendekatan affirmative action pada setiap kegiatan/sector pembangunan karena adanya pembedaan peran gender dan ketimpangan relasi kuasa, dan mensahkan draft UU keadilan dan kesetaraan gender

 

Di bidang Perlindungan hukum dan perlindungan hak azasi perempuan dan anak, perlu diakui bahwaIndonesia telah berusaha memperkuat komitmennya dalam menghilangkan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT), membuat kebijakan seperti Rencana Aksi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Perdagangan Orang dan Eksploitasi Seksual Terhadap Anak (2009 – 2014) dan mendirikan pelayanan untuk perempuan korban kekerasan, dimana hingga 2013, terdapat 242 unit Pusat Pelayanan Terpadu Perlindungan Perempuan dan Anak (P2TP2A), dan terdapat 456 Unit Pelayanan Perlindungan Perempuan dan Anak (UPPPA) di Kepolisian. Namun pada kenyataannya, seperti yang kita ketahui baru-baru ini, dalam kurun waktu seminggu setelah peringatan hari Kartini 21 April 2014, masyarakat disuguhi berita mengenai berbagai tindak perkosaan dan kekerasan seksual yang terjadi pada perempuan dan anak. Mempertimbangkan masifnya luasan maupun dampak dari kejahatan seksual belakangan ini, Itu sebabnya, upaya praksis dan strategis untuk menghentikan perkosaan dan kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak, perlu segera mendapat perhatian dan penangana secara khusus. Melalui upaya terintegrasi yang dimulai dari penyelidikan oleh kepolisian, pendampingan korban, pengadilan pada pelaku kejahatan seksual dan konseling bagi korban kejahatan seksual hingga pulih. Di sini maka usulan kami adalah: (1) kejahatan seksual dipertegas merupakan delik kriminal dan bukan sekedar dianggap sebagai “penyakit sosial”; (2) penanganan secara terintegrasi harus menjadi kebijakan nasional. Di sini harus ada Badan Koordinasi Kejahatan Seksual diketuai oleh Presiden.

Di bidang perlindungan dan pemenuhan hak perempuan, perlindungan dari tindak kekerasan baik psikologi maupun fisik/seksual, perlindungan terhadap hak-hak harus diberikan secara setara baik bagi pempuan yg bekerja sebagai buruh migran/TKI, buruh pabrik, buruh perkebunan, buruh tani, PRT, perempuan marginal, perempuan kelas mengengah, dll. Perempuan juga harus dipenuhi haknya baik di bidang politik, ekonomi, sosial, dll tanpa diskriminasi.

Pada isu Menjaga Kebhinekaan Indonesia, Pemerintah kedepan perlumenghapuskan dan/atau menertibkan perda-perda diskriminatif untuk mencegah konflik-konflik horizontal antara masyarakat yang berbasis SARA, untuk mendapat penanganan dan pencegahan, demi menjaga Kebhinekaan Indonesia, sesuai dengan azas kebangsaan Indonesia, sebagai bangsa yang sangat beraneka ragam dari aspek kelas, ekonomi dan identitas (agama, etnis, ras), termasuk juga mencegah terjadinya konflik vertical sebagai dampak dari konflik horizontal

Di bidang Penanggulangan bencana dan konflik, Pemerintah yang akan datang di bawah arahan Presiden Terpilih harus menjalankan Rencana Nasional untuk Penanggulangan Bencana (Renas PB) berperspektif gender dan Rencana Aksi Nasional Perlindungan dan Pemberdayaan Perempuan dan Anak dalam Penanganan Konflik (RAN P3A-KS)

Di bidang Pemberdayaan ekonomi, khususnya pemberdayaan bagi perempuan, posisi perempuan masih termarginalkan, tidak hanya pada konteks politik pemilu, tetapi juga pada aspek dan ranah kehidupan lainnya, diantaranya dalam mengakses sumber kehidupannya. Untuk itu pemerintahan kedepan harus menjamin a) hak perempuan terhadap akses, partisipasi, control dan manfaat ke SDA, b) menjamin kemudahan perempuan dalam memperoleh akses terhadap sumber daya finansial, c) penuntasana revisi UU PPTKILN dan pengesahan RUU PRT, dan d) terwujudnya ratifikasi Konvensi ILO 189 tentang kerja layak bagi pekerja rumah sebagai langkah untuk melindungi PRT

Di bidang perlindungan sosial berkelanjutan, negara mempunyai kebijakan untuk menyelenggarakan program perlindungan sosial bagi rakyat pekerja yang mengalami ketimpangan sosial dan ketidak-adilan social. Kebijakan perlindungan sosial mencakup keberlanjutan mata pencaharian (pekerjaan dan nafkah) rakyat pekerja, meningkatkan kualitas kesehatan dan pengetahuan keluarga rakyat pekerja, meningkatkan bela-rasa sosial (solidaritas sosial) dan kebudayaan, serta meningkatkan kesadaran politik. Melalui perlindungan sosial transformatif kita menghendaki reproduksi sosial buruh dan petani itu meningkat kualitasnya

 

 

Jakarta, 30 April 2014

Tim Kerja Seknas Perempuan Pendukung Jokowi

 

 

 

Hari Perempuan Internasional

Beberapa hari lagi perempuan Indonesia akan menjelang Hari Perempuan Internasional 8 Maret. Bagi perempuan, terutamanya yang telah mengetahui ataupun telah mendengar sejarah gerakan perempuan akan merayakan Hari Perempuan Internasional. Hari dimana para perempuan se-dunia merayakan keperempuanannya, sebagai suatu identifikasi diri perempuan sebagai mahluk sosial dan mahluk alamiah/biologis.

Walaupun Hari Perempuan internasional bermula diperingati di Barat, perempuan Indonesia tak ada salah dan ruginya untuk turut memperingatinya. Hal ini karena Tanggal 8 Maret, ditahun kapanpun dapat selalu jadi MOMENTUM untuk merefleksi, memperingati dan mengkaji ulang sejauh mana Sejarah telah ADIL atas manusia didalam penceritaan KEHIDUPAN NYATANYA. Sejauh Mana Sejarah dunia memberi ruang pada Perempuan secara mulia dan Terhormat.

Indonesia sendiri adalah negeri dengan sejarah panjang para perempuan yang pernah hidup di masalalu. Perempuan yang pernah dan telah menjajaki kaki, tubuh, serta nyawa dan suksmanya untuk menjadi Indonesia, Nuswantara di masalalu hadir, dan bagaiman Nuswantara menjadi Indonesia lahir.

Ada rangkaian panjang sejarah Perempuan Dunia yang belum terungkap, karena disembunyikan oleh WAKTU. Ya Waktu adalah suatu yang hingga kini belum dapat dikontrol oleh kita pada umumnya manusia modern yang hidup mengikuti cara modern.

Modern disini adalah suatu metode dan cara berpikir dan berkreasi yang khususnya ‘dianggap’ berasal dari Barat (Amerika Serikat akar Yunani)yang mengedepankan rasionalitas dan mengabaikan metafisika atau yang dianggap di “luar logika”.Namun begitu sejalan dengan perkembangan alam dunia, kini negeri Indonesia dengan para manusianya yang super-super hebat, baik perempuan maupun laki-laki sedang akan memasuki babak baru dari suatu negeri modern.
Modernitas berpola pikir barat kini merger-menyatu dengan tradisi asli Nuswantara, dimana baik perempuan maupun laki-laki memiliki peluang yang sama untuk memimpin negara-memimpin manusia lainnya.

Sepanjang sejarah Nuswantara sebelum Negara Kesatuan Republik Indonesia terbentuk, para perempuan Nuswantara telah berkiprah menjadi pemimpin, mengayomi rakyat dan melindungi rakyat serta wilayahnya.
Di antara nama-nama perempuan tersebut nama yang jauh sejak dahulu kala seperti Ratu Sitawaka (Ratu pengejawantahan Dewi Sri, sehingga kerajaannya Matswapati dikenal dgn sebutan Sriwijaya, Kanjeng Ratu Kidul (semasa mudanya bernama Putri Gilang Kencana, anak dari Sang Mapanji Mahaprabu Jayabaya), Ratu Shimawan kerajaan Mendang Kamulyan (Lemuria) atau kerajaan Maha Jaya Alengka Maharatu Tunjungsari (putri), Maharatu Dyah Ciptasari (putri)..
@bersambung

Perempuan dan Negara Simbiosis Penindasan

Negara Kesatuan Republik Indonesiaatau NKRI yang berdiri berdasarkan kontrak sosial para warga penduduk dan penghuni kepulauan Nusantara adalah Negara dalam konsep Patriarki. Negara dalam konsep patriarki adalah negara yang komponen-komponen pendukungnya menempatkan kosep ‘laki-laki’ dan sistem penguasaan, serta kekuasaan yang bertipe, berbentuk dan bergaya ‘laki-laki’. Laki-laki disini tidak sekedar mahluk jenis kelamin penis saja. Namun ia adalah keseluruhan konsep kekuasaan dengan pengutamaan kepemilikan dan penguasaan atas milik tersebut dengan keseluruhannya, atau Power Over, Sovereignty to manusia (laki-laki dan perempuan) olehnya. Sehingga ketika orang-oran yang ada di dalam lingkup kependudukan kewilayahan Indonesia untuk menjadi Warga Negara Indonesia harus tunduk pada nilai-nilai Patriarki Negara. Nilai Patriarki Negara yang terutama adalah Hak Memaksakan, Penguasa Kebenaran (yang belum tentu benar), Hak atas Kekerasan. Sedangkan kewajiban-kewajiban Negara atas penghuninya, umumnya masih menjadi upaya-upaya yang sedang terus dilaksanakan, dan belum menjadi Nilai utama sehingga nilai-nilai Kebajikan Negara yang dicita-citakan, diniatkan belum tercapai, dan tergerus nilai Patriaki yang terus menerus menghegemoni dan dilaksanakan.

Perempuan Indonesia di Negara Indonesia masih lebih baik dibanding dengan Negara-negara seperti Saudi Arabia, Kuwait dan negara tetangga Malaysia. Negara-negara tersebut, walaupun ekonominya tinggi, namun Patriarki yang dijalankan luar biasa tajam keras dan teguh. Sehingga di negara tersebut Patriarki adalah kebenaran.

Beruntung Indonesia sejak berdirinya sebagai cikal bakal sebuah negeri modern yang tidak mengedepankan perbedaan dan struktur kekuasaan di antara dua jenis kelamin manusia. Bandingkan dengan Negara-negara barat hak politik memilih perempuan baru diberikan tahun 1920Amerika Serikat maupun Inggris tahun 1928. Kedua hak tersebut pun tidak didapat secara mudah. Di Inggris perempuan mendapat hak politiknya setelah melalui perjuangan panjang, bahkan salah satu tokoh Suffragist (pejuang perempuan untuk mendapatkan hak suara) Emily Davison menjadi martir dengan bunuh diri melemparkan dirinya di pacuan kuda kerajaan di Derby pada tahun 1913. Di Amerika Serikat, mogok makan dilakukan dan aksi demonstrasi di depan White House dilakukan antara lain dimotori oleh Alice Paul.

Perempuan Indonesia tentunya memiliki pengalaman penindasan yang berbeba dengan perempuan di Amerika dan Inggris. Penindasan perempuan Indonesia sebelum kemerdekaan adalah penindasan yang berlapis, dari Kolonial, dan dari laki-laki sesama’ bangsa Indonesia. Yang terakhir disebut penindasan yang sudah ‘ada’ secara internal culture budaya masyarakat Indonesia dari beragam-ragam suku bangsa. Pada titik ini perempuan dan laki-laki melawan bersama penindasan colonial untuk menjadi Negara merdeka. Walaupun begitu, budaya yang sudah berurat akar di Indonesia tentang posisi perempuan di keluarga terutama dalam naungan budaya “Jawa” telah menjelma dan menyebar dalam budaya hampir seluruh negeri Nusantara. Adalah Kartini yang sadar mengenai kondisi penindasan perempuan, karena ia tidak saja mengalami sendiri juga melihat dan melakukan perlawanan atas penindasan tersebut. Kartini melakukan perlawanan terhadap budaya sebelum Negara modern Republik Indonesia berdiri. Tak heran perlawanan Kartini sangat sulit, di dalam Negeri yang belum lagi merdeka, di tengah masyarakat yang konservatif dan tradisional. Namun begitu, segala bentuk mimpi dan model model perlawanan bagi hidup yang lebih baik pada perempuan khususnya dan Negara Indonesia umumnya tertulis dalam rangkaian surat-surat panjangnya kepada sahabat-sahabat di Negeri Belanda.

Di surat-surat yang dikirimkan Kartini ke teman-temannya itu Ia menuliskan bahwa Negara atau pemerintah yang dibangun haruslah yang memperhatikan pendidikan dan kesehatan rakyat seperti dalam surat “
bersambun.. (umi lasminah)

Dokumen 1998, Perjalanan Kelahiran Koalisi Perempuan Indoensia

KERANGKA ACUAN untuk PRA KONGGRES
KOALISI PEREMPUAN INDONESIA UNTUK KEADILAN DAN DEMOKRASI

28 – 29 Agustus 1998
Ruang Pamor, Gedung Yayasan Bina Pembangunan,
Jln. Pejaten Raya 5-E (sebelah kantor redaksi “Republika”), Jakarta Selatan

Bagian I : Latar Belakang
Landasan Pemikiran
Tujuan Pra Konggres
Butir-butir Pemikiran
Presentasi Makalah

Bagian II: Susunan Acara

LATARBELAKANG
Koalisi Perempuan Indonesia untuk Keadilan dan Demokrasi dibentuk pada 18 Mei
1998, sebagai respons terhadap desakan melakukan reformasi dalam segala bidang kehidupan masyarakat Indonesia. Koalisi Perempuan Indonesia memberi dukungan
sepenuhnya kepada aksi damai mahasiswa Indonesia yang menuntut reformasi, dan menjadi salah satu pihak pertama yang menuntut Suharto turun dan diadili atas
kesalahan-kesalahannya selama menyelenggarakan kepemimpinan Indonesia.

Sejak dibentuk, Koalisi Perempuan telah melakukan sekian kegiatan yang merespons
berbagai masalah yang muncul dalam masyarakat dalam bidang ekonomi, sosial,
politik.
Kegiatan-kegiatan itu antara lain, mengeluarkan berbagai pernyataan politik,
menggelar demonstrasi, melangsungkan dialog publik, mendukung dilaksanakannya
Doa Perempuan, Kaulan Perempuan, dan menggalang kerjasama dengan lembaga-lembaga
lain, e.g. Komisi Nasional Hak-hak Asasi Manusia (KomNas HAM), Koalisi Gerakan
Demokrasi, Muslimat NU, Forum Masyarakat Anti Kekerasan Yogyakarta.

Setelah tiga bulan hadir dan berkiprah, kini dirasa perlu adanya konsolidasi
kelembagaan menyangkut empat unsur organisasi:

1. Prinsip dasar dan substansi Koalisi Perempuan Indonesia untuk Keadilan dan
Demokrasi
2. Struktur organisasi
3. Peran yang direncanakan untuk dimainkan oleh organisasi dalam berkiprah
4. Strategi jangka pendek, menengah dan panjang

Untuk itu, kami di dalam Koalisi Perempuan Indonesia merasa perlunya secara
mendesak menyelenggarakan sebuah pra-konggres yang mengarah kepada
penyelenggaraan kongres yang lebih komprehensif dan terinci dalam tahun ini juga

LANDASAN PEMIKIRAN
Sebagai momentum, krisis yang melanda Indonesia serta alam reformasi yang
menyertainya memberi peluang bagi perempuan untuk menciptakan suatu wadah bagi
kepentingan perempuan maupun rakyat yang selama ini terabaikan. Tahun 1998 saat
yang baik untuk melakukan konsolidasi bagi kaum perempuan mengingat itu
merupakan ulangtahun ke-70 Konggres Perempuan Indonesia I yang mencetuskan
lahirnya Hari Kebangkitan Perempuan (yang kemudian direduksi menjadi Hari Ibu).

TUJUAN PRA KONGGRES
Mempersiapkan organisasi menuju Konggres Perempuan Indonesia lewat
1. Peletakkan prinsip-prinsip dasar Koalisi Perempuan Indonesia
2. Penentuan bentuk organisasi yang paling ideal
3. Penentuan syarat keanggotaan
4. Pengidentifikasian tujuan dan strategi organisasi
5. Pengidentifikasian program organisasi

BUTIR-BUTIR PEMIKIRAN:
Sejak dibentuk, kiprah Koalisi Perempuan Indonesia berpijak pada prinsip-prinsip
masyarakat yang egaliter, adil, dan demokratis, dan tidak melakukan diskriminasi
berdasarkan gender, kelas, agama, ras, suku, etnisitas, dan profesi.

Koalisi Perempuan Indonesia tidak sektarian, dan tidak sekadar memperjuangkan
nasib dan kepentingan perempuan, melainkan kepentingan seluruh rakyat Indonesia
dengan perspektif gender dalam bidang politik, sosial, ekonomi, budaya, dan
hukum.

Koalisi Perempuan Indonesia percaya pada asas “Bhinneka Tunggal Ika”, karena
kemajemukan bangsa Indonesia adalah modal untuk memperjuangkan asas demokrasi.
Bertolak dari beberapa prinsip-prinsip dasar yang dijunjung, i.e. hak-hak asasi
manusia, persamaan hak gender, universalitas dari hak-hak ekonomi, sosial,
politik dari semua warga negara, Koalisi Perempuan membayangkan setiap individu
atau kelompok tetap harus bisa mempertahankan otonomi dan bebas mengekspresikan
aspirasi dan kepentingan masing-masing.

Berikut beberapa ide yang bisa dipertimbangkan untuk merumuskan

Prinsip Dasar:
– Demokrasi tanpa perempuan bukanlah demokrasi
– Perempuan adalah kelompok sosial terbesar (di atas 50%), dan mewakili kepingan
konstituensi sangat besar (57%), tetapi tidak terwakili dalam berbagai lembaga
sosial-politik
– Perempuan dan perspektif perempuan merupakan alat ampuh untuk melakukan
transformasi sosial

Struktur Organisasi:
– Tidak hirarkis, dalam bentuk organisasi yang demokratis (misalnya presidium)
dan longgar (federasi, organisasi payung), dan fleksibel dalam pembagian tugas
yang sesuai dengan kecendrungan, bidang, dan keahlian masing-masing anggota,
baik sebagai organisasi maupun individu.
– Mencerminkan kemajemukan anggotanya serta masyarakat Indonesia, sekaligus
menangani berbagai aspek dari krisis yang sedang dihadapi, yang berkemungkinan
akan berlangsung untuk waktu yang lama (menurut perkiraan sementara
ekonom sedikitnya 12 tahun).

Peran organisasi:
– Sebagai think-tank dan pusat dokumentasi pemikiran dan kegiatan perempuan
– Sebagai kelompok lobby untuk advokasi ke pada berbagai lembaga pengambil
keputusan, baik pemerintah maupun non-pemerintah, di dalam dan di luar
negeri
– Sebagai wadah dan platform bagi kepentingan perempuan khususnya, dan rakyat
pada umumnya

Strategi:
– Melakukan program-program peningkatan kesadaran (“consciousness-raising”)
mengenai isu2 gender dan pentingnya partisipasi politik untuk kepentingan
perempuan dan rakyat
– Merancang dan melaksanakan program-program pendidikan, pelatihan dan kampanye
dalam bidang politik, gender-sensitivity, dan kebebasan berekspresi.
– Merumuskan pola-pola “mainstreaming” bertolak dari prinsip non-sektarian, yang
diharapkan akan melahirkan iklim kondusif bagi perempuan untuk masuk ke dalam berbagai
wilayah dan sektor masyarakat, pemerintah maupun non-pemerintah.
Dengan cara inilah diciptakan sebuah gerakan perempuan(women’s movement) yang
sesungguhnya.
– Mempertahankan independensi: Dalam ‘kancah politik’ Orde Baru dikenal hanya
lembaga pemerintah, partai politik (yang selama ini dikontrol oleh Pemerintah),
dan LSM/ormas yang cenderung marjinal atau dimarjinalkan dan dikontrol. Posisi
Koalisi Perempuan Indonesia lain, yakni lebih sebagai mediator yang independen
antara lembaga pemerintah, LSM/ormas, dan rakyat.

PRESENTASI MAKALAH:
Koalisi Perempuan Indonesia mempunyai lima bidang kelompok kerja yang akan
mempresentasikan pemikiran untuk dijadikan bahan diskusi pleno dan kelompok
perumus. Pokja-pokja itu sbb:

– Pokja Bentuk Pemerintahan (presenter: Agung Putri, Chusnul Mar’iyah)
– Pokja Perubahan Struktural (presenter: Kamala Candrakirana, Myra Diarsi)
– Pokja Bentuk Institusional (presenter: Nori Andriyani, Nursjahbani
Katjasungkana)
– Pokja Penggalangan Massa (presenter: Tati Krisnawati, Yenny Rosa Damayanti,
Ratna Bataramunti)

SUSUNAN ACARA:
Hari I – Jumat, 28/8/98
08.00 – 08.30 : Registrasi peserta
08.30 : Hadirin mengambil tempat/sambutan selamat datang
08.35 – 08.50 : Sambutan Kunci oleh Nursjahbani Katjasungkana
08.50 – 09.00 : Doa Perempuan Antar Iman oleh Lies Marcoes
09.00 – 10.30 : Presentasi BENTUK PEMERINTAHAN:
Agung Putri
Chusnul Mar’iyah
Moderator: Debra H. Yatim
Rapporteur: Umi Lasmina & Sri Wiyanti (Iyik)
10.30 – 10.45 : Rehat Kopi
10.45 – 12.30 : Diskusi
12.30 – 13.30 : Istirahat Sholat/Meditasi dsb.
Makan Siang
13.30 – 13.40 : Presentasi RAPPORTEUR SESSI I
13.40 – 15.10 : Presentasi PERUBAHAN STRUKTURAL
Kamala Candrakirana
Myra Diarsi
Moderator: Edriana
Rapporteur: Titi Suntoro & Chatarina Dwihastarini
15.10 – 15.30 : Rehat Kopi
15.30 – 17.15 : Diskusi
17.15 – 17.25 : Istirahat Kecil
17.25 – 17.35 : Presentasi RAPPORTEUR SESSI II
17.35 – 19.00 : Diskusi Kelompok dan Perangkuman
dipimpin oleh: Sukarelawan pilihan peserta
19.00 – : Makan Malam
Bubar

Hari II – Sabtu, 29/8/98
08.30 : Hadirin mengambil tempat
08.35 – 09.35 : Presentasi Rangkuman Hasil Diskusi Kelompok
Bentuk Pemerintahan oleh: Sukarelawan
Perubahan Struktural oleh: Sukarelawan
09.35 – 11.00 : Presentasi BENTUK INSTITUSIONAL
Nursjahbani Katjasungkana
Nori Andriyani
Moderator: Cut Zahara
Rapporteur: Nur Amalia (Nunung) & Ruth Indiah Rahayu
11.00 – 11.15 : Rehat Kopi
11.15 – 12.30 : Diskusi
12.30 – 13.30 : Istirahat Sholat/Meditasi dsb.
Makan Siang
13.30 – 13.40 : Presentasi RAPPORTEUR SESSI III
13.40 – 15.10 : Presentasi PENGGALANGAN MASSA
Tati Krisnawati
Yenny Rosa Damayanti
Ratna Bataramunti
Moderator: Apong Herlina
Rapporteur: Maria Pakpahan & Arimbi
15.10 – 15.30 : Rehat Kopi
15.30 – 17.15 : Diskusi
17.15 – 17.25 : Istirahat Kecil
17.25 – 17.35 : Presentasi RAPPORTEUR SESSI IV
17.35 – 19.00 : Diskusi Kelompok dan Perangkuman
19.00 – 20.00 : Makan Malam
20.00 – 21.00 : Presentasi Hasil Diskusi Kelompok
Bentuk Institusional oleh: Sukarelawan
Penggalangan Massa oleh Sukarelawan
21.00 – 21.10 : Doa Perempuan Penutupan oleh Sukarelawan

Upaya-Upaya Menghentikan Perdagangan Perempuan

Upaya-Upaya Menghentikan Perdagangan Perempuan

Definisi dan Pengertian Perdagangan Perempuan

Pengertian perdagangan perempuan secara internasional menurut GAATW (Global Alliance Against Traffic in Women/ Aliansi Global Melawan Perdagangan Perempuan) adalah usaha dan tindakan yang berkaitan dengan perekrutan, transportasi di dalam atau melintasi perbatasan, pembelian, penjualan, transfer, pengiriman atau penerimaan seseorang dengan menggunakan penipuan atau tekanan termasuk penggunaan atau ancaman penggunaan kekerasan atau penyalahgunaan kekuasaan atau lilitan hutang dengan tujuan untuk menempatkan atau menahan orang tersebut baik dibayar ataupun tidak, untuk kerja yang tidak diinginkannya (domestik, seksual atau direprduktif), dalam kerja paksa atau ikatan kerja atau dalam kondisi seperti perbudakan dalam suatu lingkungan lain dari tempat di mana orang itu tinggal pada waktu penipuan, tekanan atau lilitan hutang pertamakali. Disamping GAATW, Konvensi PBB tentang Penghapusan segala bentuk Diskrimanasi terhadap Perempuan 1979 (Convention on Elimination Against all form of Discrimination Against Women/CEDAW) yang telah diratifikasi oleh Pemerintah Indonesia dalam UU No.4/1984 mencantumkannya dalam pasal 6: Aparat negara akan mengambil semua tindakan yang tepat, termasuk perundang-undangan, untuk menekan semua bentuk perdagangan terhadap perempuan dan eksploitasi pekerja seks perempuan. Secara sederhana perdagangan perempuan adalah tindak pidana yang bertujuan melakukan eksploitasi untuk mencari keuntungan materi maupun non materi dengan cara melacurkan perempuan/anak, memaksa menjadi pekerja, dazn tindakan pemerasan dan ancaman yang memanfaatkan fisik, seksual/reproduksi tenaga, atau kemampuan oleh pihak lain secara sewenang-wenang.

Definisi dan hal-hal yang terkait dengan hukum yang memberi kepastian bagi perempuan yang diperdagangkan untuk mendapat perlindungan dan bantuan dapat dilihat dalam ketentuan hukum baik nasional maupun internasional. Di Indonesia KHUP (Kitab Hukum Acara Pidana) telah mencantumkan pasal 297 dan 378 bisa menjerat pelaku yang menjual dan memperdangankan perempuan. Indonesia juga telah meratifikasi CEDAW (Convention on Elimination all forms of Discrimination Against Women) dalam UU No.7 Tahun 1984 tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan, dan UU No.23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, UU No.39.Th.2004 tentang Perlindungan Penempatan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri(UU PPTKILN).

Terjadinya Perdagangan Perempuan

Perdagangan Perempuan bisa terjadi di dalam negeri maupun lintas negara. Proses terjadinya praktek perdagangan perempuan dimulai dari tempat tinggal asal perempuan. Biasanya para pelaku, calo atau penyalur terlibat dengan aparat di desa dalam praktek menjual dan memperdagangkan perempuan untuk mendapatkan keuntungan uang maupun lainnya. Para pelaku ini umumnya berasal dari wilayah setempat dan berhubungan langsung atau tak langsuing dengan agen tenaga kerja baik yang resmi dan anggota Pengerah Jasa Tenaga Kerja Indonesia (PJTKI) yang datang ke tempat asal perempuan yang akan dieksploitasi ke desa-desa. Banyak dari perempuan ini ditipu dan dijanjikan akan diberi pekerjaan yang baik dengan gaji yang lumayan oleh pelaku.

Bentuk perdagangan perempuan beragam, mulai dari pelacuran/pekerja seks, pekerja rumah tangga/ pabrik yang tidak dibayar, kawin paksa/kontrak, pengemis, industri pornografi, dan penjualan organ tubuh. Perdagangan perempuan menimbulkan efek luar biasa bagi perempuan yang diperdagangkan. Mereka mendapatkan kekerasan, Perdagangan Perempuan melibatkan aktor-aktor pelaku yang membuat perempuan terjerat dalam perdagangan perempuan.

Kondisi dan Praktek Perdagangan Perempuan dan Anak

Di Tempat Asal Di Tempat Tujuan Tanda-tanda
Calo atau seorang yang mengaku penyalur tenaga kerja ke desa mengajak perempuan/anak bekerja di luar daerah atau luar negeri.
Biasanya yang jadi sasaran keluarga miskin yang memiliki anak perempuan. Korban mendapati bahwa mereka tidak mendapatkan pekerjaan sebagaimana yang dijanjikan Tempat bekerja perempuan tidak diketahui diberitahukan oleh agen secara jelas, alamat atau nama majikannya
Ajakan calo dilakukan melalui rayuan janji-janji upah besar dan fasilitas bekerja baik. Calon korban ditipu hingga intimidasi dan pemaksaan. Jam kerja yang dilakukan korban panjang Komunikasi langsung dengan perempuan korban sulit
Calo ini melakukan hubungan dengan aparat desa mulai dari RT-Kelurahan untuk mengurus surat-surat atau dokumen. Beberapa dokumen biasanya juga dipalsukan umur atau status perkawinan. Upah tidak sesuai dengan kontrak, bahkan seringkali tidak dibayar Agen atau calo tidak mau memberitahukan di mana korban bekerja dan pada siapa ia bekerja
Keluarga calon korban dimintai biaya pengurusannya Ditelantarkan oleh agen atau calo yang mengirimkan ke tempat bekerja Keluarga tidak mendapat informasi dalam bentuk surat atau lainnya dari korban selama lebih dari 1 tahun
Calon korban dibawa pergi untuk ditempatkan di penampungan Ditipu oleh agen untuk memperpanjang visa
Calon korban di tampung di tempat penampungan denga fasilitas buruk
(melawan pasal 70 UU No. PPTILN Passport ditahan oleh agen atau majikan
Calon korban dipekerjakan di tempat penampungan tanpa upah. Diperkosa
Tidak diberitahukan adanya jaminan perlindungan hokum Dijadikan pekerja seks, dengan paksaan dan ancaman

Bantuan Hukum bagi Korban Perdagangan Perempuan

Berdasarkan berbagai informasi fakta mengenai korban dan lokasiny, landasan-landasan hukum yang ada dapat menjerat pelaku dan mereka yang terlibat dan mendapat keuntungan dari prakterk perdagangan perempuan. Ada berbagai cara yang dapat dilakukan untuk menolong perempuan korban perdangangan perempuan, baik yang sudah berada di wilayah kerjanya, maupun yang masih dalam penampungan/penyekapan.

Proses Tujuan Jalan/Cara Jeratan Hukum Pasal/Konvensi
Perekruitan/Janji TKW/ Prostitusi Penipuan UU No.39/Th.2004 tentang PPTKILN, KUHAP, KUHP, UU No.7 Th.1984, Konvensi ECOSOC
Perkawinan/Janji Prostitusi Penipuan/Ancaman
Pengiriman Pornografi Penipuan /Penculikan
Penampungan paksa TKW
Pengiriman emigran Tenaga Tak Dibayar Janji imigran

Alur Bantuan Hukum

1. Membantu secara legal, keluarga yang telah menerima informasi tentang korban untuk mengeluarkan korban dari lokasi penyekapan, atau tempat kerja paksa
2. Mendampingi korban dan bantuan konseling
3. Menghubungi pihak Depnaker, Deplu dan aparat terkait dan minta dukungan (termasuk dukungan dana untuk penangan kasus ini sesuai denga CEDAW pasal 6, UU No.4/1984)
4. Membantu korban membuat pilihan-pilihan jalan hukum
5. Mendampingi korban melaporkan kasusnya dan mencari pendampingan dari organisasi atau LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat) yang biasa menangani kasus tersebut
6. Mengajukan gugatan ke pihak tertentu majikan, pelaku, perekrut
7. Memenangkan gugatan dan mendapatkan kompensasi bagi korban

Korban perdagangan perempuan dan anak dalam mendapatkan bantuannya harus dijamin:
1. Bebas dari ketakutan dan penyiksaan dari pihak berkuasa dan berwenang
2. Mendapatkan perawatan kesehatan dan psikologis yang memadai, rahasia dan dijangkau oleh negara
3. Layanan atas test HIV
4. Akses bagi penterjemah
5. Bantuan hokum secara Cuma-Cuma
6. Usahakan untuk mendapat peluang kompensasi atas kerugianfisik dan non fisik

Yang harus dipertimbangkan bagi korban perdagangan perempuan dan anak adalah
Agar:
>Sejarah pribadi atau karakter dan pekerjaan sebelumnya tidak bisa digunakan untuk melawan korban
>Sejarah korban yang pernah diperdagangkan tidak boleh dijadikan catatan publik untuk melawan korban atau keluarganya dengan cara apapun terkait dengan kebebasannya mencari pekerjaan yang menghasilkan
>Negara yang dibawah yurisdiksi terjadinya perdaganan harus mengambil langkah yang diperlukan untuk menjamin kemungkinan para korban mengajukan tuntutan kriminal/aksi untuk kompensasi (PasaL 70, 77, UU No.39/2004 PPTKILN )
>Pemerintah harus memberi kesempatan permohonan ijin tinggal permanen, perlindungan saksi dan bantuan relolkasi bagi korban perdagangan.
>Masyarakat umum menerima dan tidak lagi memberi stigma korban yang telah menjadi survivor untuk memulai hidup dan bekerja saat mereka kembali.

Informasi dan bantuan Kasus Perdagangan Perempuan dan Anak:
1. Solidaritas Perempuan
2. Migrant CareKOPBUMI Jl. Aren IV No. 6 Rawamangun, Jakarta Timur
3. FOBMI
4. LBH Jakarta Jl. Diponegoro 74 Jakarta Pusat telp.021.3145518 faks.
5. LBH APIK Jl. Raya Tengah No.16 Kamp. Tengah, Jakarta Timur email
6. GPPBM Jl.Latuharhari No.4B Jakarta Pusat 10310 Telp.021-3903963, faks.021-3903922
7. Komnas Perempuan Jl.Latuharhari No.4B Jakarta Pusat 10310 Telp.021-3903963, faks.021-3903922 email:
8. KOMNAS ANAK Jl. TB. Simatupang No.33 Jakarta Timur telp.
9. Asian Domestic Worker Union Flat B, 5/F, Yen Yin Mmansion 7 Ferry Steet Kowloon Telp.23594965;23594734 faks.23594881 Hongkong
10. Konjen RI di Hongkong 127-129 Leighten Road 6-8 Keswick Street Extrance Causway Bay Hongkong (825)8904421-28;5772459 faks.825-9850139
11. KBRI Arab Saudi
12. KBRI Malaysia No.233 Jalan Tun Razak 50400 Kuala Lumpur telp.03-2421354;2415228 faks.03-2417908;2423878

Create a free website or blog at WordPress.com.

Up ↑