Jakarta 16 Januari, 2014,
Women Research Institute (WRI) mengadakan Seminar Partisipasi Politik Perempuan dan RUU KKG dengan menghadirkan anggota DPRRI yang menjadi anggota pansus dan presentasi hasil penelitian tentang kesetaraan gender dan representasi perempuan di politik dan kepentingan perempuan. Anggota DPRRI yang hadir adalah Aryati Soemaryoso (Gerindra) dan Mien Muntarsih (Hanura) kedua perempuan anggota DPRRI ini adalah perempuan yang telah lama aktif di partai politik(mereka sebelumnya adalah aktivis politik dari partai Golkar), juga pembicara dari WRI Edriana Nurdin yang memamparkan hasil Penelitian terkait RUU Kesetaran dan Keadilan Gender, dan Ratna Batara Munti (JKP3 Jaringan Pro Legnas Pro Perempuan) .
Melalui serial program Representasi Politik Perempuan Women Research Institute (WRI) melaksanakan penelitian dan survei yang didukung oleh USAID. Hasil penelitian dan survei memberi gambaran persepsi publik tentang, pemantauan kinerja pengambilan keputusan perempuan di DPRRI dan kepemimpinan perempuan di politik. Secara khusus juga di bahas RUU terkait dengan kebijakan pro kesetaraan dan keadilan perempuan dan laki-laki,, RUU KKG. Pada konteks ini di DPRRI masih dalam pemmbahasan RUU Keadilan dan Kesetaraan Gender (RUU KKG). RUU ini bagi kalangan perempuan diharapkan dapat menjadi Payung bagi dihapuskannya Perda-perda diskriminasi terhadap perempuan di berbagai wilayah Indonesia.
Di dalam seminar ini dari anggota DPRRI yang hadir disampaikan bahwa pembahasan oleh DPRRI telah sampai ditingkat Panja, dan ada informasi akan memasukan agama di dalam batang tubuh. Anggota DPRRI yang hadir memaparkan bahwa perempuan masih dibutuhkan lebih banyak lagi di DPRRI, karena seperti dari partai Hanura, dan Gerindra dengan jumlah perempuan sedikit maka lebih berat pula kerjanya, termasuk untuk pembagian dalam panja dan pansus-pansus yg memmbahas RUU.
Hasil Penelitian WRI menunjukkan dukungan publik agar perempuan di DPRRI dapat menyuarakan kepentingan perempuan, dan semakin banyak perempuan lebih baik untuk perjuangan perempuan. Namun terkait keadilan Gender, yang menganggap perempuan tidak punya kemampuan sama dengan laki-laki dalam memimpin politik, dan tidak setuju perempuan memimpin politik adalah karena perempuan Tidak Cocok jadi pemimpin 47%. Dilarang Agama 34% dan Pendidikan laki-laki lebih tinggi 9%.
LBH APIK dalam kesempatan yang sama melakukan konferensi Pers yang intinya: Tertundanya Pembahasan RUU di Panja akan menghambat Komitmen Negara Mewujudkan kondisi yang setara bagi laki-laki dan perempuan dalam mengakses Pembangunan, dan akan juga menjadi penghambat kesejahteraan rakyat secara umum. Padahal RUU ini merupakan implementasi CEDAW dan pelaksanaan Inpres Pengharusutamaan Gender No,.3/2000.